Senin 08 Oct 2018 18:32 WIB

Kemenag akan Bahas Penomoran Tenda dengan Menteri Haji Saudi

Penomoran tenda untuk mengurangi perselisihan atau rebutan antarjamaah.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Foto udara deretan tenda-tenda di Kota Mina  Senin (20/8). Jutaan jamaah haji bermalam di dalam tenda ini sebagai rangkaian ibadah haji.
Foto: Sedat Suna/EPA EFE
Foto udara deretan tenda-tenda di Kota Mina Senin (20/8). Jutaan jamaah haji bermalam di dalam tenda ini sebagai rangkaian ibadah haji.

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Selama bertahun-tahun menyelenggarakan perjalanan ibadah haji, permasalahan tenda di Mina masih belum selesai. Terakhir pada pelaksanaan haji 2018, muncul komentar tenda yang digunakan jamaah haji asal Indonesia bercampur dengan jamaah dari negara lain.

Menanggapi hal ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama pun berusaha melakukan inovasi. Salah satunya dengan memberikan nomor pada setiap tenda yang akan ditempati jamaah haji Indonesia.

"Untuk pelaksanaan haji 2019, kita ada inovasi penomoran tenda di Arafah-Mina (Armina). Ini berdasarkan kloter," ujar Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Ditjen Pelaksanaan Haji dan Umrah (PHU) Sri Ilham Lubis kepada Republika.co.id, Senin (8/10).

Sri Ilham menyebut setiap tahun jamaah yang akan menuju Armina masih belum tahu mereka akan ditempatkan di tenda mana, termasuk kapasitas tenda itu. Ia beralasan hal ini terjadi karena petugas pun baru diberitahu perihal denah lokasi penempatan jamaah menjelang hari Armina. Untuk menyelesaikan masalah ini, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memberi arahan agar diberikan penomoran.

Salah satu cara menjalankan inovasi ini adalah Kemenag akan meminta denah posisi pada muassasah sejak awal. Hal tersebut akan dikonfigurasikan berdasarkan kloter di maktab dan meminta pada muassasah agar saat pembagian penempatan jamaah dilakukan oleh petugas dari Indonesia.

Hal ini dirasa akan lebih mempersiapkan jamaah dan mengetahui tenda mana milik kloter berapa dan mengurangi perselisihan atau rebutan antarjamaah. Selain itu, memberikan kepastian pada jamaah memiliki ruang gerak di dalam tenda. Penomoran ini juga dilakukan untuk menghindari keberadaan jamaah haji asal negara lain di tenda milik Indonesia.

"Kita akan lakukan koordinasi saat ada pertemuan. Biasanya Menteri Haji Arab Saudi akan mengundang Menteri Agama kita dan petugas Kemenag. Nanti akan disampaikan usulan penempatan jamaah di Armina sekaligus pengalihan jamaah yang di Mina Jadid agar bisa menempati tenda dekat Jamarat," ujarnya.

Usulan kebijakan ini akan dibicarakan dengan Arab Saudi. Biasanya dari dua belah pihak akan melakukan pembahasan lebih lanjut untuk masalah teknisnya.

Sekretaris Ditjen PHU Muhajirin Yanis pun menyebut inovasi ini sedang dikaji lebih lanjut. Akan dibuat simulasi dan pemetaan jamaah saat di Tanah Air agar rencana ini bisa berjalan dengan baik nantinya.

"Dengan pengalaman yang kita miliki sebelumnya, yang sudah ditetapkan maktabnya akan kota sesuaikan. Akan kita hitung secara cermat dari embarkasi mana jamaahnya yang banyak dan di mana akan ditempatkan selama di Mina," ucapnya.

Muhajirin menyebut inovasi dan rekomendasi penomoran tenda ini dimaksudkan agar mempermudah jamaah yang akan masuk ke lokasi tersebut. Ini juga untuk menghindari jamaah yang tersasar atau lupa akan lokasi tendanya selama di Mina.

Pengamat haji juga Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin menyatakan inovasi penomoran tenda ini sudah ketinggalan zaman. Pemikiran untuk memberikan nomor bagi tenda-tenda yang akan ditempati jamaah asal Indonesia harusnya sudah dilakukan sejak dulu.

"Ini menurut saya bukan inovasi, telat. Tapi daripada tidak, terlambat juga tidak masalah. Yang penting ada perbaikan. Ini sebetulnya masalah teknis yang tidak hanya di Mina, di Makkah dan Arafah juga sama," ujar Ade.

Ia menyebut di Arafah, semua kelompok diberikan nomor dan sudah berjalan. Bahkan dulu tiap kavling diberi nomor Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), namun kini diganti dengan penomoran.

Ade menilai mestinya pemerintah lebih fokus memikirkan inovasi penempatan jamaah yang berada di Mina Jadid. Mina Jadid berjarak 7,5 Km dari Jamarat. Jarak ini dinilai sangat jauh dan melelahkan bagi jamaah.

Bahkan ia menyebut perlakuan ini tidak adil bagi jamaah. Mereka membayar biaya yang sama, beban yang sama, dan menerima subsidi yang sama, namun ada yang ditempatkan di Mina Jadid.

"Kalau mau, jamaah yang di Mina Jadid dipindahkan ke hotel terdekat di Mina. Daerah Syisyah misalnya yang masih ada hotel bisa ke Mina dekat, Makkah juga dekat," lanjutnya.

Baca juga: Tantangan dan Inovasi Penyelenggaraan Haji 2019

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement