Selasa 10 Mar 2020 14:04 WIB
Sungai Nil

Dari Zaman Fir'aun dan Kisah Rebutan Air Sungai Nil

Kisah rebutan air Sungai Nil

Pantai Lokasi pertemuan Sungai Nil dan Laut Tengah(Aljazeera)
Foto:

Belakangan, Mesir mencoba mengusulkan periode yang lebih lama dalam soal melakukan pengisian air di bendungan sungai Nil yang dibangun Ethiopia. Ini dengan tujuan agar tingkat pasokan air sungai Nil tidak turun secara dramatis, terutama pada tahap awal pengisian reservoir.

Sebab, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bendungan air, maka itu semakin sedikit dampaknya pada tingkat pasokan debir air sungai Nil.


Terkait soal ini, Kementerian Luar Negeri Ethiopia juga telah mengeluarkan pernyataan yang mencerminkan kebenaran posisi negara itu pada proyek tersebut.
Dikatakannya bahwa tiga negara itu masih harus membahas masalah-masalah besar yang terkait dengan perjanjian akhir soal sungai Nil. Dia juga menegaskan bila Ethiopia berkomitmen untuk melanjutkan konsultasi dengan Mesir dan Sudan untuk mencapai kesepakatan akhir mengenai pengisian dan pengoperasian bendungan.


Namun, bagi Sudah dan Mesir, adanya pernyataan itu justru dianggap semakin memperjelas niat Ethiopia untuk mulai mengisi bendungan saat pembangunan berjalan, bahkan tanpa mencapai kesepakatan. Padahal tindakan semacam itu merupakan pelanggaran hukum internasional dan pasal  5 Deklarasi Prinsip yang mereka buat pada tahun 2015.


              ******

Dan memang aturan itu tidak berpihak pada Mesir karena selama Etiopia berhasil menggambarkan dirinya sebagai korban. Ibaratta sepatu, tiap sepatu milik Ethiopia itu selalu berada di bawah kaki yang lain.


Ethiopia lalu membantah terkait aturan geografi dan hukum sebagai sebuah  kebiasaan internasional ketika mengklaim memiliki hak mutlak atas Sungai Nil Biru karena melintasi wilayah Ethiopia. Menurutnya, itu  jelas merupakan pelanggaran hukum internasional yang menetapkan pembagian manfaat hilir secara adil pada sungai internasional, termasuk Sungai Nil. Hukum memberi Mesir pun telah posisi tawar yang kuat dalam sengketa diplomatik atau hukum.


Maka kemudian Mesir melakukan manuver diplomatik. Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi dan Presiden AS Donald Trump salin g bertelepon dan mengirimkan misi diplomatik. Mesir pun telah mengirimkan delegaso diplomatik ke negara-negara Afrika yang lain dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan mereka.


Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, mengadakan pertemuan dengan para duta besar negara-negara Afrika di Kairo. Ia pun mencermati perkembangan terbaru dalam masalah pembangunan waduk raksasa ‘Renaissance Grand’ dan menyoroti upaya Kairo untuk mencapai kesepakatan yang adil dan  memajukan kepentingan ketiga pihak. .


Shoukry selanjutnya menjelaskan kepada utusan tentang upaya dan prestasi Mesir selama satu tahun menjabat sebagai Presidenannya  Uni Afrika dan komitmennya untuk mengejar upaya untuk mempromosikan kerja sama Afrika. Mesir juga telah mencari dukungan di Liga Arab, dengan menghadirkan rancangan resolusi yang menekankan hak-hak Kairo dan Khartoum atas perairan Sungai Nil tersebut.


Liga Arab juga telah memberikan dukungan penuh pada rancangan resolusi dan menolak tindakan sepihak oleh Ethiopia. Rancangan resolusi Mesir menyambut baik perjanjian yang disiapkan oleh pemerintah AS sebagai "perjanjian yang adil dan merata yang memenuhi kepentingan ketiga negara."


Banyak orang di Mesir berpikir bahwa tidak lagi berguna untuk tetap diam dalam menghadapi sikap pro-Ethiopia yang ‘tidak malu-malu’ dan tidak dapat dijelaskan.
Sebaliknya perbedaan dengan Sudan harus diatasi melalui dialog tingkat tinggi dan jujur, yang akan membuat pemerintah transisi Sudan sadar akan tanggung jawabnya dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya terkait kepentingan Mesir atas soal air sungai Nil.


Ekspresi keraguan Sudan atas rancangan resolusi Mesir mengejutkan bagi semua orang yang hadir di pertemuan Liga Arab. Beberapa peserta mengatakan, sementara kekuatan dukungan Arab untuk resolusi itu jelas, pihak Sudan, bukannya menunjukkan antusiasme, malah kemudian meminta agar nama negaranya tidak dimasukkan dalam resolusi.


Sudan berargumen bahwa resolusi itu tidak melayani kepentingannya dan bahwa Liga Arab tidak boleh diseret ke dalam masalah ini. Sudan juga menyatakan kekhawatiran tentang konfrontasi Arab-Ethiopia yang berasal dari perselisihan.


Terhadap latar belakang yang tegang ini, pemerintah Ethiopia tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengubah nadanya. Baru-baru ini malah meluncurkan putaran ketiga program penggalangan dana untuk menyelesaikan pembangunan bendungan dan mengisi reservoir, meskipun tidak ada kesepakatan internasional yang telah dicapai.
Program enam bulan, yang diluncurkan oleh Presiden Ethiopia Sahle-Work Zewde, bertujuan untuk melibatkan warga dalam pembangunan bendungan.


Di tengah kehebohan di atas bendungan, tergoda untuk melupakan bahwa negara-negara yang ada diperairian sungai Nil berbagi budaya dengan fitur yang sama. Mereka pun punya takdir yang sama karena berada dalam satu satu sungai.


Maka ketiga negara itu harus ingat bahwa negosiasi adalah rute tercepat untuk mencapai solusi untuk setiap krisis.
Komunikasi langsung antara Kairo, Addis Ababa dan Khartoum bisa dibilang jaminan terbaik untuk pencegahan segala upaya oleh pihak lain untuk mengambil keuntungan dari situasi tegang. Air sungai Nil ternyata dari zaman Firaun hingga kini tetap menggiurkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement