Kamis 30 Apr 2020 04:26 WIB

Menikmati Pesona Masjidil Haram (Bagian 1)

Dari zaman ke zaman Masjidil Haram mengalami perluasan sesuai dengan kebutuhan.

Menikmati Pesona Masjidil Haram (Bagian 1). Suasana area tawaf yang lengang di Masjidil Haram setelah Kerajaan Arab Saudi sebagai Pelayan Dua Kota Suci menghentikan sementara ibadah umrah.
Foto: Yasser Bakhsh/Reuters
Menikmati Pesona Masjidil Haram (Bagian 1). Suasana area tawaf yang lengang di Masjidil Haram setelah Kerajaan Arab Saudi sebagai Pelayan Dua Kota Suci menghentikan sementara ibadah umrah.

REPUBLIKA.CO.ID, MEKKAH -- Menunaikan rukun Islam kelima adalah dambaan setiap Muslim. Bahkan mereka yang telah pernah menunaikan ibadah haji selalu dan semakin rindu untuk ke Tanah Suci lagi bilamana musim haji tiba. 

Dan sholat di Masjidil Haram pahalanya 100 ribu kali lipat dari shalat di masjid lain (selain Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa). Untuk memberikan pelayanan yang memuaskan bagi seluruh jamaah, maka Khadimul Haramain melakukan renovasi, pembangunan dan perluasan Masjidil Haram.

Baca Juga

Dahulu, lokasi empat berdirinya Masjidil Haram telah disebutkan di Alquran dengan sebutan Wadin ghari Dzi Zar’in (lembah yang tandus), yaitu mengelilingi Baitullah Ka’bah. Sebelum kelahiran Nabi Muhammad, Masjidil Haram pernah mengalami renovasi besar-besaran karena terjadi kebakaran yang memporak-porandakan masjid tersebut, tepatnya sebelum penyerangan Pasukan Gajah di mana Raja Abrahah menyerbu Ka’bah.

Dari zaman ke zaman Masjidil Haram mengalami perluasan sesuai dengan kebutuhan. Masjidil Haram pada masa sebelum Islam merupakan tanah kosong yang sangat luas, hanya terdapat batas bagunan Ka’bah, meliputi rumah-rumah penduduk sekitar yang dikenal dengan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, yang berlokasi di sekitar bukit Shafa. Sedangkan di dekat bukin Marwah adalah rumah Abu Sufyan. Di sela-sela rumah penduduk itu terdapat lorong-lorong yang akan menghantarkan ke bangunan Ka’bah.

 

Pada zamannya, Rasulullah pernah melakukan tawaf dengan mengendarai unta. Hal ini menunjukkan bahwa tempat sa’i pada saat itu masih belum menggunakan ubin sehingga unta masih bisa masuk ke Masjidil Haram.

photo
Masjidil Haram 1935 - (gahetna.nl)

Masjidil Haram mengalami perluasan semenjak khalifah kedua, Umar bin Khattab (17 H). Kemudian Raja Abdul Aziz (1368) berikrar untuk memperluas Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah sekaligus. 

Pada 1375 dilakukan peletakan batu pertamanya. Sebelum perluasan, luas Masjidil Haram adalah 19.127 meter persegi.

Kemudian luas itu menjadi 160.168 meter persegi pada era Raja Abdul Aziz, termasuk yang diperluas adalah tempat sai menjadi bertingkat dua. Selain itu, Raja Abdul Aziz membangun tujuh menara yang menghabiskan biaya sebesar 700 juta riyal Saudi. Dan masing-masing menara tingginya 90 meter. 

Para era Khadimul Haramain, dibangun tujuh buah jembatan lintas di atas tempat sai (lantai satu). Hal itu dimaksudkan untuk memperlancar jalur keluar masuk masjid tanpa mengganggu jamaah yang sedang sai.

Di bukit Syamiah dibangun sentral pendingin air zamzam. Air zamzam dialirkan langsung ke sentral pendingin, kemudian setelah dingin kembali dialirkan ke dalam masjid. 

 

 

sumber : Arsip Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement