REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) telah menyiapkan dua skenario untuk pelaksanaan haji 200, salah satunya adalah opsi tidak diselenggarakannya ibadah tersebut. Skenario ini terjadi jika pemerintah Arab Saudi tak memberi izin pelaksanaan haji pada 2020, akibat pandemi virus Covid-19 atau corona yang tak kunjung mengalami penurunan di sejumlah negara.
“Akibat situasi di Arab Saudi tidak memungkinkan atau pula Kemenag tidak cukup waktu mempersiapkan ibadah haji. Akibat cepatnya perubahan kebijakan di Saudi atau lambatnya kebijakan di saudi,” ujar Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Senin (11/5).
Dari segi kesehatan, akan ada kebijakan bagi calon jemaah haji yang sudah istita’ah atau memenuhi syarat mampu secara fisik, mental, dan perbekalan, pada pelaksanaannya tahun depan tak perlu melakukan pemeriksaan kembali. Kemenag, kata Zainut, akan merancang strategi untuk mengomunikasikan kebijakan ini dengan pihak terkait.
Terkait pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), ia menjelaskan akan ada dua opsi kebijakan. Pertama, bagi calon jemaah haji yang telah lunas akan diprioritaskan untuk berangkat tahun depan dengan penyesuaian Bipih.
“Atau dana pelunasan dikembalikan kepada jemaah, tahun depan melunasi kembali sesuai Bipih yang ditetapkan saat itu,” ujar Zainut.
Untuk bimbingan manasik, Kemenag akan merancang saluran khusus bagi calon jemaah haji yang tidak berangkat tahun ini. Tetapi, seluruh calon jemaah haji ditegaskannya akan mendapatkan bimbingan manasik ulang dengan alokasi Bipih tahun mendatang.
Kemenag juga akan membayar seluruh pembiayaan yang timbul atas operasional embarkasi dan debakarsi persiapan haji tahun ini. Ia menjelaskan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Biro Keuangan dan Inspektorat Jenderal terkait pelaporan keuangan.
Selain itu, bagi petugas haji yang terseleksi namun batal berangkat tahun ini, Kemenag akan memprioritaskan mereka pada tahun depan dengan seleksi tersendiri. “Kemenag akan melakukan seleksi baru untuk mengisi kekosongan petugas tahun ini yang tak bisa berangkat tahun depan. Juga membuat strategi pengelolaan komunikasi dengan petugas yang siap berangkat,” ujar Zainut.
Terakhir, terkait penyediaan layanan dalam dan luar negeri, Kemenag akan melakukan negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi agar tidak menghanguskan biaya yang suda terbayar. Juga melakukan addendum atau perpanjangan kontrak uang dapat dikembalikan sesuai syarat dan ketentuan. Dengan opsi, uang dapat dikembalikan atau dialihkan untuk pembiayaan pelaksanaan haji tahun depan.
“Kemenag juga akan melakukan koordinasi dengan Itjen dan BPK terkait pelaporan atas resiko keuangan yang terjadi,” ujar Zainut.
Zainut mengatakan, Kemenag sudah mengusulkan kepada pemerintah Arab Saudi untuk mengeluarkan keputusan resmi terkait pelaksanaan haji pada 20 Mei mendatang. Usulan tersebut bertujuan untuk menjadi dasar Kemenag untuk melihat waktu dalam persiapan dan pelaksanaan haji tahun ini. Sebab, ia mengakui bahwa pandemi virus Covid-19 atau corona begitu mengganggu segala hal yang berkaitan haji, dan hal seperti ini belum pernah dihadapi sebelumnya.
“Itu untuk menilai ketersediaan waltu yang paling memungkinkan dalam persiapan haji tahun 2020 dalam suasana dan atau situasi yang tidak normal,” ujat Zainut.