REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/ 2020 M. Maka calon jamaah haji yang sudah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dapat meminta kembali uang pelunasan Bipih.
Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi menyampaikan, jamaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Bipih tahun ini akan menjadi jamaah haji tahun 2021. Kemenag menyampaikan bahwa setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jamaah haji paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji tahun 2021. "Ini saya garis bawahi pemanfaatan diberikan kepada perorangan karena nilai pelunasan Bipih itu tidak sama," kata Menag saat konferensi pers daring tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji 2020, Selasa (2/6).
Ia menjelaskan, nilai pelunasan Bipih yang paling rendah adalah sekitar Rp 6 juta untuk calon jamaah haji dari Aceh dengan dana setoran awal Rp 25 juta. Sedangkan nilai pelunasan Bipih yang paling tinggi sekitar Rp 16 juta untuk calon jamaah haji yang berangkat dari Makassar.
Jadi variasi nilai pelunasan Bipih cukup banyak. Oleh karena itu digarisbawahi nilai manfaatnya itu diberikan kembali kepada jamaah berdasarkan jumlah pelunasan Bipih yang jamaah bayarkan.
"Namun, setoran pelunasan Bipih itu juga dapat diminta kembali oleh (calon) jamaah haji yang bersangkutan kalau memang dia butuhkan, silakan bisa diatur dan kami akan mendukung itu semua dengan sebaik-baiknya," ujarnya.
Terkait keputusan pemerintah membatalkan penyelenggaraan haji tahun ini. Kemenag menjelaskan banyak alasan yang didapat dari hasil kajian yang mendasari keputusannya.
Alasan diterbitkannya KMA Nomor 494 Tahun 2020 di antaranya karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jamaah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum selesai. Selain itu agama mengajarkan menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan.
Selain soal keselamatan jiwa, kebijakan pembatalan penyelenggaraan ibadah haji diambil karena hingga saat ini Arab Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2020. Akibatnya, pemerintah Indonesia tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah. Padahal persiapan itu penting agar jamaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.