REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menyambut baik keputusan pemerintah yang membatalkan pemberangkatan ibadah haji tahun ini. Pembatalan ini karena situasinya masih diliputi wabah Covid-19 baik di dalam maupun luar negeri.
"Keputusan itu dinilai sangat rasional setelah Kementerian Agama berikhiar sampai detik-detik terakhir," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Ismed Hasan Putro, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (2/6).
Ismed memastikan, ikhtiar Menteri Agama menurutnya, sudah sangat maksimal sampai detik-detik terakhir, setelah beberapa kali ditunda pengumumannya menunggu kesiapan Arab Saudi. Ternyata hari ini keputusannya sudah jelas, pemberangkatan jamaah haji ditunda. "Itu sangat rasional, demi kemaslahatan umat,” katanya.
Ismed mengimbau calon jamaah haji (calhaj) tetap tawadhu dengan keputusan pemerintah dan siapkan diri dengan baik agar tahun depan bisa berangkat. Apalagi ketentuan kita berangkat atau tidaknya ke tanah suci, sudah menjadi kehendak Allah SWT. "Yakinlah bahwa Allah sudah mencatat niatan calon jamaah haji untuk berhaji. Malaikat Raqib sudah mencatatnya, Insya Allah,” ujarnya.
IPHI sangat memahami keputusan pemerintah hari ini, karena sejak awal memang terlalu beresiko dan banyak hal belum siap jika dipaksakan.
Misalnya, negara-negara lain saat ini juga sedang sama-sama berjuang melawan Covid-19, demikian halnya Arab Saudi selaku tuan rumah. Bahkan Saudi korban Covid-19 jumlahnya mencapai 87 ribu orang, melebihi China yang hanya 84 ribu orang.
"Jika haji diselenggarakan pun, risikonya sangat besar baik dari sisi finansial/biaya yang harus ditanggung maupun keamanannya," ujarnya.
Misalnya dari sisi biaya, terkait wabah, aturan protokol kesehatan, maka tidak mungkin semua jamaah haji akan diberangkatkan, pastinya harus memilih yang sehat, setidaknya di bawah usia 50 tahun misalnya.
Sampai saat ini tidak ada data seberapa banyak jumlahnya yang sudah dicek keseatannya. Menteri kesehatan tidak punya data ini.
Demikian juga, kata dia, mengenai masalah akomodasi, transportasi, siapa yang menanggung biasa pesawat, hotel, bus, jika mengikuti protokol kesehatan. Yang tadinya satu pesawat 500 orang, harus diisi setengahnya karena harus berjarak.
"Demikian juga hotel satu kamar biasanya lima orang sekarang jadi dua orang karena terkait protokol kesehatan," katanya.
Menurut dia, semua ini nantinya berujungnya adalah pada biaya tambahan yang tidak sedikit. Siapa yang membayar? “Jadi, keputusan pemerintah yang disampaikan menteri Agama Fachrul Razi siang ini (2/6/2020), sangatlah bisa dimaklumi dan sangat rasional,” tutur dia.