REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan membuka kembali umroh secara bertahap. Untuk umat Muslim internasional, Saudi membuka diri pada tahap ketiga, 1 November 2020.
Pengamat Haji dan Umroh, Ade Marfuddin, menyebut pemerintah maupun Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) harus menyiapkan jamaah dengan sebaik-baiknya.
"Indonesia sampai saat ini di mata dunia masih menjadi negara yang belum bisa mengatasi persoalan Covid-19. Angka trennya terus mengalami kenaikan. Hal ini jangan sampai nanti menimbulkan penolakan dari negara yang dilalui," ujar Ade saat dihubungi Republika belum lama ini.
Ia mengingatkan, beberapa penerbangan dari Indonesia harus menjalani transit di negara lain sebelum sampai di Arab Saudi. Dengan kondisi ini, kehati-hatian dari negara transit perlu diperhatikan.
Pertimbangan matang dari Pemerintah Indonesia wajib diberikan, utamanya dalam hal kesehatan dan keselamatan jamaah. Ade menilai hal tersebut lebih krusial dibandingkan mengejar hal yang "masih berbahaya".
"Bahaya ini bisa jadi di dalam negeri atau selama perjalanan. Di Saudi mungkin kondisi sudah mulai 'normal', tapi dari Indonesia dikhawatirkan membawa atau carrier," lanjutnya.
Kalaupun Indonesia berencana tetap memberangkatkan jamaah, Ade menilai perlu dilakukan sejumlah pembatasan. Pembatasan bisa berupa pengurangan jumlah jamaah yang berangkat dengan mempertimbangkan umur rentan risiko Covid-19.
Protokol kesehatan juga harus betul-betul diperhatikan. Proteksi diri maksimal wajib dimiliki selama rentang ibadah umroh yang berjalan tujuh hingga 12 hari.
Dari sisi PPIU, diharap dapat memberikan pengertian dan edukasi bagi jamaahnya. Bagaimana cara menjaga diri, memperhatikan kesehatan, sembari tetap khusu' beribadah.
"Harus diberi informasi bahwa ada kemungkinan pengurangan jamaah dalam satu rombongan. Satu bus tidak lagi bisa menampung 45 orang," kata dia.
Perihal jika nantinya ada pembatasan kuota jamaah umroh, Ade menilai hal tersebut harus dibicarakan bersama antara empat asosiasi perjalanan. Pembagian harus dilakukan secara merata, mengingat saat ini bukan lagi waktunya mengejar keuntungan.
Selama hampir tujuh bulan tanpa keberangkatan, bisa dipastikan antrian keberangkatan menjadi sangat panjang. Jamaah umroh yang sudah mendaftar terlebih dahulu, hendaknya diberikan porsi dan diberangkatkan di awal.
PPIU di Indonesia jumlahnya disebut mencapai 1200an. Jamaah umrah normal dari Indonesia sendiri 850.000 permusim, dengan kisaran sebulan hampir 100.000 jamaah. Perharinya, Ade memprediksikan Indonesia memberangkatkan 3.000 hingga 5.000 jamaah.
Di hubungi terpisah, Konjen RI Jeddah, Eko Hartono, menyebut belum mengetahui perihal adanya pembatasan kuota bagi jamaah umroh internasional. Meski demikian, sebelumnya ia mengonfirmasi jika pelaksanaan umroh akan dilakukan secara bertahap.
"Saya belum ada informasi. Di sini tertutup sekali. Nanti tiba-tiba sudah ada keputusan," kata dia.
Ia menyebut, tidak semua orang berani untuk memberikan informasi terkait kebijakan yang akan dibuat. Meski bertemu dengan Wakil Menteri Haji dan Umrah Saudi, bukan berarti informasi bisa didapatkan saat itu juga.
Kementerian Dalam Negeri Saudi, dilansir di Arab News, sebelumnya mengumumkan tahap pertama kelanjutan umrah diberikan kepada warga negara dan ekspatriat Saudi dengan kapasitas 30 persen Masjidil Haram mulai 4 Oktober. Jumlah ini setara dengan 6.000 jamaah per hari.
Pada fase kedua, Kerajaan Saudi meningkatkan kapasitas Masjidil Haram menjadi 75 persen. Angka ini berarti mencakup 15.000 jamaah haji dan 40.000 jamaah shalat berjamaah per-hari, mulai 18 Oktober.
Di tahap ketiga, jamaah dari luar negeri diizinkan melakukan umrah, tepatnya mulai 1 November. Pada tahap ini, umrah diizinkan berjalN dengan kapasitas penuh, yakni 20.000 jamaah haji dan 60.000 jamaah untuk shalat per-hari.
Untuk tahap keempat, Kerajaan akan menormalkan kondisi dan kapasitas Masjidil Haram. Fase ini akan tercapai ketika semua risiko Covid-19 telah hilang.