Jumat 13 Nov 2020 04:55 WIB

Keutamaan Ibadah Haji dalam Pandangan Al-Ghazali

Al-Ghazali menerangkan keutamaan ibadah haji.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Keutamaan Ibadah Haji dalam Pandangan Al-Ghazali. Foto: Imam Al Ghazali
Foto: youtube
Keutamaan Ibadah Haji dalam Pandangan Al-Ghazali. Foto: Imam Al Ghazali

IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam bagi umatnya yang mampu. Ibadah ini, menurut jumhur ulama, dibagi menjadi tiga. Pertama ibadah badaniyah, kedua ibadah maliyah, dan ketiga ibadah badaniyah dan maliyah. Haji merupakan ibadah maliyah dan ibadah badaniyah yang memiliki keistimewaan.

Sebagian ulama mendahulukan puasa sebelum zakat karena melihat sholat dan puasa sebagai ibadah badan. Sedangkan kebanyakan mengakhiri puasa setelah zakat karena mengikuti Alquran dan hadits.

Baca Juga

"Namun semua ulama sepakat mengakhiri kan Haji setelah sholat, zakat dan puasa," kata Imam Ghazali dalam kitabnya Asrar-al Haj.

Keutamaan pada keempatnya dilakukan secara berurutan sebagaimana disebutkan oleh mayoritas ulama. Sholat adalah sebaik-baik amal ibadah setelah iman, kemudian zakat lalu puasa, lalu Haji. Terkait keutamaan Haji Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surah Ali Imran ayat 97.

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah."

Menurut Imam Ghazali terdapat banyak kata penegasan pada ayat tersebut salah satunya adalah kalimat yang berarti 'mengerjakan haji adalah kewajiban manusia'. Dalam artian, haji adalah hak Allah yang wajib dipenuhi oleh setiap hamba karena sudah menjadi sebuah kewajiban yang harus umat Islam jalankan.

Lalu untuk unsur penegasan berikutnya adalah disebutkan kata yang artinya 'manusia' kemudian kata tersebut diberi badal atau diganti dengan penegasan kalimat yang berarti 'orang yang sanggup mengadakan perjalanan'. Hal ini mengandung dua model penegasan.

Pertama badal pergantian merupakan pengingat dan pengurangan dari maksud yang ingin disampaikan. Kedua menerangkan yang masih samar dan merinci yang masih global. Selanjutnya redaksi yang berarti  'apa yang mengingkari' dimaksud sebagai sebutan pada orang yang tidak mengingkari atau meninggalkan haji sebagian hukuman berat baginya.

Kemudian ditegaskan dengan kalimat" Bahwa Allah maha kaya tidak membutuhkan apapun" sebagai bukti kemurkaan dan kekecewaan-Nya. Ketiga dipertegas lagi dengan kalimat yang berarti "dari semesta alam" bukan dengan yang berarti "darinya orang yang mengingkari"

Karena kata Imam Al-Ghazali ketika Allah tidak membutuhkan apapun dari semesta alam, artinya mencakup segala aspek ketidak butuhan terhadap apapun di alam semesta. Di samping itu penegasan tersebut membuktikan ketidakbenaran total hingga penegasan tetapi lebih menunjukkan dahsyatnya kemurkaan Allah.

Dalam surah Al hajj ayat 27 Allah berfirman.

"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan Haji niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh."

Qatadah berkata: Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim Allah menyuruh umat manusia untuk melaksanakan Haji ia berkata, "Wahai manusia sesungguhnya Allah SWT telah membangun sebuah rumah maka berhajilah menuju ke sana."

Allah berfirman dalam surat al"-Hajj ayat 28. "Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka."

Ada yang menafsirkan manfaat ini dengan manfaat ekonomis pada musim haji dan pahala besar di akhirat nanti.  Ketika ulama salaf mendengar ayat ini mereka berkata.

"Allah sang pemilik Ka'bah mengampuni dosa-dosa mereka."

Ada pula yang menafsirkan ayat.

"Aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan yang lurus"(QS al-A'raf ayat 16), bahwa syetan akan duduk di setiap jalan masuk menuju Makkah untuk menghalang-halangi manusia pergi ke sana.

Ketika Rasulullah bersabda. "Barangsiapa mengunjungi Baitullah kemudian tidak berbuah jorok, termasuk bersetubuh dan tidak berbuat maksiat, maka dia pulang dalam keadaan seperti hari ia dilahirkan ibunya." (HR Bukhari).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement