Selasa 24 Nov 2020 20:11 WIB

Budaya Masker: Kisah Jakarta, Jawa Sampai Skandinavia

Ternyata protokol kesehatan tergantung pada budaya dan kesadaran masyarakat

Seorang tua termangu di tengah pasar sembari tetap menggunakan masker
Foto:

Lalu bagaimana ketaatan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan, misalnya penggunaan masker. Saat ini ternyata kesadarannya jauh masih lebih rendah dari DKI Jakarta.

Seorang Guru di sebuah SMK di Kebumen, Jawa Tengah, Rahma, misalnya mengakui masyarakat masih terlihat acuh. Bahkan ketidakpedulian itu seperti dibiarkan.

"Saya dengar baru mulai hari ini rumah sakit penuh. Saya kira wajar sebab hampir-hampir warga seperti dibiarkan memakai tanpa masker untuk pergi ke mana-mana. Kerumunan sampai beberapa hari terakhir pun masih ada. Masyarakat seperti biasa saja,'' kata Rahma dalam perbincangan melalui telepon dengan nada prihatin.

Untungnya mulai Selasa (24/11), ia mendengar bahwa sudah ada penegakkan aturan protokol yang lebih ketat. Ini misalnya di kerumunan karena ada resepsi mulai tak mendapat izin. ''Mulai sekarang harus sudah tampak berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang terlihat begitu bebasnya."

Di kawasan Cilacap bagian barat pun begitu. Seorang kandidat doktor yang tinggal di wilayah Cipari Moh Fahmi mengatakan di tempatnya seperti tak terjadi apa-apa. Tak ada yang pakai masker. Kumpul-kumpul untuk pengajian hingga perkawinan pun masih seperti biasa.

''Bahkan sudah ada saudara yang menyatakan siap mengundang sekitar 2.000-3000 orang dalam sebuah resepsi pernikahan. Undangan pun sudah disebar. Melihat kenyataan ini saya pun hanya mengusap dada saja. Prihatin,'' kata Fahmi.

Melihat kenyataan itu, lanjutnya, sangat masuk akal bila ada kepala daerah di Banyumas yang letaknya beririsan dengan Cilacap mengeluh tak kuasa lagi membendung pandemi Covid-19. Ini terjadi karena masyarakatnya memang masih acuh terhadap penggunaan masker hingga aturan protokol kesehatan COvid-19.

Sementara itu, seorang warga asal Bosnia yang tinggal di Jakarta, Edin Hidzalik, mengatakan memang masyarakat Indonesia terlihat sulit mentaati protokol kesehatan. Dan ini terlihat dari budaya orang Indonesia yang senang berkumpul dan mengobrol. Akibatnya, untuk hidup lebih menutup diri sangat sulit.

''Budaya orang Indonesia tak bisa hidup individual atau soliter. Ini beda dengan negara-negara di wilayah Skandinavia misalnya. Di sana memang tak ada aturan memakai masker, mencuci tangan, hingga jaga jarak. Mereka bebas dari aturan itu.Tapi ternyata penyebaran Covid-19 di sana sangat rendah karena mereka selama ini terbiasa hidup menyendiri dan tak punya budaya berkerumun dan ngobrol. Kalau cuci tangan mereka sudah biasa meski tanpa ada pandemi Covid-19,'' katanya.

Dengan demikian, lanjutnya, mau tidak mau masyarakat Indonesia harus mentaati protokol kesehatan. "Masker misalnya di sana memang tak menjadi sangat penting untuk mencegah dan memotong penyebaran Covid-19 karena budaya masyarakatnya soliter. Dan lebih dari itu, meski dibiarkan masyarakat tanpa perlu mengenakan masker dan jaga jarak, kesiapan rumah sakit di negara-negara itu untuk menangani bila ada yang terpapar Covid sangat cukup. Beda dengan Indonesia yang saya dengar banyak rumah sakit yang menyatakan kewalahan atasi pasien Covid-19,'' ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement