Sabtu 12 Dec 2020 10:33 WIB

Hubungan Ekonomi Prancis yang tak Adil dengan Afrika

Benarkah Prancis seideal anggapan Emmanuel Macron?

Benua Afrika.
Foto:

Sekarang mari kita menganalisis pertanyaan moneter, yang merupakan salah satu kunci untuk memahami dominasi Prancis sejak kemerdekaan, setelah terjadi penurunan perdagangan antara Prancis dengan negara-negara bekas jajahannya.

Pada akhir 2019, Macron mengumumkan bahwa Prancis menginginkan reformasi Franc CFA -- dua mata uang, Franc CFA Afrika Barat yang digunakan di delapan negara Afrika Barat, dan Franc CFA Afrika Tengah, yang digunakan di enam negara Afrika Tengah.

Prancis bersama-sama mengarahkan secara halus tabungannya karena ketetapan mematok kurs Franc CFA ke Euro dan kewajiban bagi negara bekas koloni untuk menyetor 50 persen dari cadangan devisa masing-masing ke Kementerian Keuangan Prancis.

Kako Nubukpo, mantan menteri Togo dan saat ini menjadi dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Universitas Lome, mengatakan perjanjian yang ditandatangani dengan Prancis pada 1945 itu dalam kerangka operasi perbendaharaan yang secara keseluruhan mencakup 20 persen masalah moneter dari negara zona Franc.

Saat ini Afrika memiliki cakupan hampir 100 persen (Afrika tidak membutuhkan cakupan asing lagi).

Ini berarti Afrika tidak lagi membutuhkan penjamin Prancis untuk memiliki ketetapan antara CFA dan Euro. Masalah ini bersifat politis sekaligus ekonomis.

Macron dan Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara ingin mengganti "Franc CFA" dengan "Eco", yang akan menjadi mata uang bersama 15 negara di masa depan.

Keputusan yang paling ditunggu adalah berakhirnya kewajiban negara-negara Afrika untuk membayar 50 persen cadangan devisa mereka kepada Kementerian Keuangan Prancis.

Uang dan kedaulatan

Uang adalah instrumen kedaulatan suatu negara. Namun, bagi negara-negara bekas koloni Prancis di Afrika, tidak memiliki kedaulatan tersebut, bahkan 60 tahun setelah negara-negara itu mengumumkan kemerdekaan.

Ouattara membela persatuan moneter yang dijamin oleh Prancis. Orang Afrika yang menentangnya mengingatkan  bahwa proyek ini mempertahankan keseimbangan dengan Euro, yang merupakan mata uang yang kuat.

Gagasan itu memiliki banyak konsekuensi karena mencegah devaluasi kompetitif dan perkembangan industri.

Persatuan moneter akan mengakibatkan negara-negara ini terkunci di dalam ekonomi sewa komoditas.

Jika Afrika hanya mewakili 5 persen dari perdagangan internasional, kemajuan negara-negara di zona “CFA” akan terhambat untuk masuk ke dalam perdagangan internasional akibat integrasi yang tidak memadai.

Masalah moneter tampaknya menjadi rem bagi perkembangan perdagangan.

Penurunan komersial Prancis cukup jelas. Pangsa pasarnya di Afrika telah berkurang setengahnya sejak 2001, dari 12 persen menjadi 6 persen, menurut COFACE.

Mundur lebih jauh, kami menyadari bahwa jika Afrika mewakili 8,7 persen dari ekspor Prancis pada 1970, jumlah itu hanya mewakili 5,6 persen pada 2006, menurut Philippe Hugon, direktur di Institut Hubungan Internasional dan Strategis Paris.

Pada 1970-2006, ekspor Prancis ke Afrika naik dari 13-28 miliar dolar dan pasar Afrika bertambah empat kali lipat.

Perkembangan itulah yang kemudian menjelaskan mengapa Prancis ingin tetap memegang teguh mata uang Franc.

 

* Pendapat yang dikemukakan dalam analisis ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan editorial Anadolu Agency.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement