Sabtu 12 Dec 2020 10:33 WIB

Hubungan Ekonomi Prancis yang tak Adil dengan Afrika

Benarkah Prancis seideal anggapan Emmanuel Macron?

Benua Afrika.
Foto:

Setelah Depresi Hebat - kemerosotan ekonomi terburuk dalam sejarah industri dunia, yang berlangsung pada 1929-1939 - Prancis memilih untuk mundur dari tanah kolonialnya, karena preferensi perdagangan.

Pada 1950, negara-negara bekas kolonial Prancis mewakili 60 persen perdagangan luar negeri Prancis dan pada 1970, Afrika mewakili 8,7 persen dari ekspor Prancis, yang kemudian turun menjadi 5 persen pada 2015.

Hal ini memaksa Prancis untuk memikirkan kembali hubungannya dengan benua tersebut demi mempertahankan dominasinya.

Enam puluh tahun setelah kemerdekaan, pemerintah Prancis terus-menerus dikritik karena intervensi mereka di bekas koloni di Afrika.

Pada 2007, mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dalam pidatonya di Senegal - yang dikenal di Prancis sebagai Discours de Dakar - mengatakan bahwa masalah Afrika berasal dari fakta bahwa "pria Afrika belum cukup memasuki sejarah".

Dia menggambarkan pria Afrika sebagai seorang tahanan budaya mereka sendiri, yang ditandai dengan irasionalitas dan ketidakmampuan untuk mempertimbangkan masa depan.

Pernyataan Sarkozy menimbulkan protes di seluruh benua dan banyak intelektual menanggapinya dengan amarah.

Achille Mbembe dan Felwine Sarr mengatakan bahwa Prancis masih menjadi masalah bagi benua itu.

Mbembe, seorang filsuf Kamerun, mengatakan bahwa Prancis sedang berjuang untuk memasuki dunia yang akan datang.

Sementara itu, Sarr, seorang ekonom Senegal, mengatakan bahwa Prancis harus dikeluarkan dari perjanjian kerja sama moneter.

Reaksi itu menunjukkan adanya ketidakpercayaan di antara sebagian besar elite intelektual Afrika.

Prancis kini tertarik pada sektor minyak dan gas. Sebelumnya, hingga tahun 2000, negara itu banyak bergerak di bidang pekerjaan umum, air, dan pembangkit listrik.

Bagi perusahaan multinasional migas Prancis, Total, benua Afrika menyumbang 28 persen dari produksi minyak dan gas perusahaan itu

Menurut Frederic Munier, profesor geopolitik di Paris, 36,4 persen pasokan minyak Prancis berasal dari benua Afrika.

Dalam hal pengembangan lingkungan yang terintegrasi, perusahaan-perusahaan Prancis memiliki sejumlah keunggulan, seperti bahasa, mata uang di zona Franc, dukungan langsung dari pemerintah Prancis dan jaminan dari COFACE (perusahaan publik yang menjamin risiko eksportir Prancis).

Saham-saham perusahaan Prancis telah meningkat empat kali lebih besar mencapai USD23,4 miliar sepanjang 2005-2011.

Pemindahan kembali kapitalisme Prancis disebabkan terutama oleh masalah minyak (Angola, Nigeria) dan dari keinginan untuk hadir di pasar yang lebih besar, terutama di Afrika Selatan, dari negara-negara Afrika yang berbahasa Prancis.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement