Permusuhan Negara Teluk
Dilansir Middle East Eye, Selasa (5/1), keretakan antara negara Teluk telah berubah tidak hanya di tingkat politik dan sosial. Selama tiga tahun terakhir, artis populer Saudi dan Emirat telah merilis lagu-lagu yang menghina Qatar dan menuduh para pemimpinnya melakukan pengkhianatan. Bahkan ada seruan untuk menggali kanal untuk memutuskan Qatar dari Arab Saudi.
Tetapi pada Senin, komentator Saudi tampak melunakkan nada mereka terhadap Doha. "Dalam politik, ada kepentingan yang muncul tentang perselisihan apa pun, dan selama pemimpin kami menemukan kepentingan strategis dalam kembalinya hubungan normal dengan Qatar, kami mendengarkan dan mematuhinya," tulis Kolumnis Saudi Ibrahim al-Sulaiman di Twitter pada Senin.
Pada 2017, Human Rights Watch merilis sebuah laporan yang merinci bagaimana blokade itu melanggar hak-hak warga negara dan penduduk di Teluk. Selain itu, juga penderitaan dan perpisahan keluarga.
"Ini melanggar hak atas kebebasan berekspresi, memisahkan keluarga, mengganggu perawatan medis, mengganggu pendidikan, dan menelantarkan pekerja migran tanpa makanan atau air," kata kelompok hak asasi saat itu.
Qatar adalah semenanjung yang satu-satunya berbatasan darat dengan Arab Saudi. Negara-negara pemblokir meningkatkan tindakan keras terhadap kebebasan berbicara selama krisis dan sering menuduh para pembangkang berkonspirasi dengan Qatar.
Misal, pada 2017, Mesir memenjarakan putri Imam Yousef al-Qaradawi yang berbasis di Doha dan suaminya pada 2017 tanpa mengajukan tuntutan resmi terhadap mereka. Pasangan itu tetap di penjara sampai hari ini. Di Arab Saudi, Cendekiawan Islam terkenal Salman al-Ouda ditangkap pada 2017 setelah mengirimkan cuitan yang mendoakan persatuan antara para pemimpin Teluk untuk kebaikan rakyat mereka.