IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Dalam hadits iwayat Imam Ahmad bin Hanal, Sayyidah ‘Aisyah pernah ditanya oleh seseorang tentang bagaimana kegiatan Nabi Saw jika berada di rumah.
سأل رجل عائشة :أكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعمل في بيته ؟ قالت: نعم كان أكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يخصف نعله، ويخيط ثوبه، ويعمل في بيته كما يعمل أحدكم في بيته
Seseorang bertanya kepada sayyidah ‘Aisyah ra: Apakah Nabi Saw juga berkerja di rumah? Sayyidah ‘Aisyah menjawab: Ya! Nabi Saw itu(di rumah) menggosok sendalnya sendiri, menjahit bajunya sendiri dan mengerjakan sesuatu di rumah sebagaimana kalian bekerja di rumah. (HR. Imam Ahmad)
Dalam bukunya yang berjudul “Muhammad Manusia yang tidak Seperti Manusia”, Ustaz Ahmad Zarkasih menjelaskan, hadits tersebut memberikan gambaran yang utuh kepada kita bahwa Nabi Saw. bukanlah suami yang acuh dengan apa yang ada di rumah. Walaupun beliau sebagai kepala rumah tangga, akan tetapi posisinya tidak beliau gunakan untuk berleha-leha dan memberatkan istrinya.
Prinsipnya apa yang bisa dikerjakan, beliau kerjakan tanpa harus menyuruh orang lain. Padahal dengan kedudukannya sebagai kepala keluarga dan seorang nabi, beliau bisa saja memerintahkan siapapun untuk bekerja di rumahnya sepanjang waktu.Tapi, Rasulullah tidak demikian. Beliau mengerjakan sendiri apa yang memang bisa dikerjakan tanpa harus merepotkan orang lain.
Selain itu, menurut Ustaz Zarkasih, ada juga hadits yang berkaitan dengan Nabi di dalam keluarga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Dari ‘Aisyah Ummuml-Mukminin r.a. beliau berkata: suatu hari rasul Saw. pernah bertanya kepadalu: Wahai ‘Aisyah, apakah ada makanan yang bisa dimakan? Aku menjawab: “Tidak ada ya rasul!”, lalu Nabi Saw menjawab lagi: “Ya kalau gitu saya puasa saja.
Lalu di hari lain, Nabi Saw datang kepada ku lalu aku berkata: “Ya rasul, aku diberikan hadiah acar roti.” Kemudian Nabi Saw mengatakan: “Perlihatkan kepadaku. Sebenarnya aku sudah berniat puasa sejak pagi”, lalu beliau memakan hidangan tersebut. (HR Muslim).
Ustaz Zarkasih menuturkan, hadits tersebut jyga memberikan gambaran yang sangat jelas bahwa Nabi adalah pribadi yang tidak pemarah dan tidak suka menyulitkan orang lain, terlebih lagi itu adalah istrinya. Padahal pada potongan hadits pertama, Nabi Saw pada posisi yang sangat layak kalau ia marah kepada istrinya yang tidak menyiapkan hidangan selepas Nabi berkegiatan di luar dan pulang ingin istirahat.
Alih-alih mendapat sajian makan pelepas dahaga dan penat, justru Sayyidah ‘Aisayh tidak menyiapkan itu. Namun, respon Nabi Saw bukan marah justru malah memilih ibadah puasa. Begitu juga di potongan kedua, ketika beliau sejak pagi sudah berpuasa dan ternyata di rumah Sayyidah ‘Aisyah ada hidangan yang tersaji dari hadiah tetangganya.
Agar tidak mengecewakan pemberi hadiah dan juga tidak membuat usaha Sayyidah ‘Aisyah yang telah menyiapkan sajian sia-sia, beliau lalu membatalkan puasa sunnahnya tersebut dan memilih untuk makan. Padahal jika pun beliau ingin meneruskan puasa dan menolak sajian tersebut, itu tidak masalah.