Djati menjelaskan selama 2020 aktivitas gempa bumi paling banyak terdeteksi di wilayah klaster Kota Sabang dan Simeulue, yang memang menunjukkan peningkatan, sehingga warga dan pemerintah diminta terus siaga dan meningkatkan kewaspadaan.
Selain itu, peningkatan juga terlihat di kawasan Kabupaten Gayo Lues pada September dan Oktober, yang tercatat sekitar 200 kali aktivitas gempa bumi. Namun mayoritas aktivitas gempa bumi pada periode tersebut tidak dirasakan masyarakat.
“Ini ke depan akan menjadi perhatian, dalam artian misalkan ada gempa besar di situ maka sudah ada historinya bahwa di 2020, di September dan Oktober ada peningkatan aktivitas gempa bumi yang kekuatannya antara 1-5 magnitudo,” katanya.
Ia menambahkan, Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki frekuensi tinggi dalam kejadian gempa bumi. Sumber keaktifan gempa bumi berdasarkan pertemuan dua lempeng tektonik yang terjadi secara kovergen, dimana lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia saling bertumbuhkan.
“Di daratan, aktivitas tektonik di Aceh disebabkan aktivitas zona patahan Sumatera, setidaknya terdapat empat segmen patahan di Aceh, di antaranya segmen patahan Aceh, segmen patahan Seulimum, segmen patahan Tripa, patahan Panteraja, patahan Samalanga, patahan Lhoksuemawe, patahan Nisam, patahan Lokop dan segmen patahan Batee,” ujarnya.