IHRAM.CO.ID, WELLINGTON — Pemerintah Selandia Baru mengumumkan saat ini telah menangguhkan seluruh kontak politik dan militer tingkat tinggi dengan Myanmar. Langkah ini dilakukan menyusul kudeta militer yang terjadi di negara itu, dengan penangkapan para pemimpin pemerintahan sipil, termasuk penasihat Aung San Suu Kyi pada pekan lalu.
Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta mengatakan penangguhan hubungan dengan Myanmar menjadi langkah untuk tidak mengakui keabsahan militer negara Asia tentara itu. Ia menyerukan pembebasan seluruh pemimpin politik yang ditahan dan memulihkan pemerintahan sipil.
“Selandia Baru sangat prihatin atas kudeta di Myanmar,” ujar Mahuta dalam sebuah pernyataan, dilansir UPI, Selama (9/2).
Mahuta juga mengarahkan program bantuan negara untuk memastikan agar dukungan kepada Myanmar tidak akan menguntukan militer yang melakukan kudeta. Selandia Baru juga memberlakukan larangan perjalanan yang menargetkan para pemimpin militer negara yang juga dikenal sebagai Burma itu.
Selandia Baru tergabung dalam daftar negara yang menyerukan sesi khusus Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyampaikan kekhawatiran tentang dampak kudeta Myanmar terhadap hak asasi manusia. Mahuta menegaskan bahwa aturan hukum dan keinginan demokrasi rakyat Myanmar harus dihormati.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengkonfirmasi penangguhan hubungan dengan Myanmar, dengan menyatakan meskipun negaranya mungkin bukan dalam posisi paling signifikan dan berpengaruh. Ia mengatakan program bantuan kepada Myanmar berjalan sekitar 30,4 juta dolar AS antara 2018 dan 2020, di mana ini ditujukan pada lembaga pendidikan dan gerakan serikat.
“Saat saya berkesempatan bertemu dan berbicara dengan Aung San Suu Kyi, dia secara khusus menyebut beberapa perwakilan kita dari Selandia Baru dan Myanmar,” ujarnya.
"Mereka dihormati dan dihormati dan saya pikir itu memainkan peran yang sangat konstruktif di masa kritis itu untuk Myanmar dan transisi mereka," tambah dia.