IHRAM.CO.ID, RIYADH--Reformasi baru pada hukum sipil Arab Saudi akan mencakup pengaturan usia minimum pada pernikahan untuk kedua jenis kelamin. Kementerian Kehakiman Arab Saudi bahkan menyebut perempuan akan lebih banyak hak kontrak pernikahan di aturan ini.
“Untuk Undang-Undang sipil, mungkin fitur umum yang paling menonjol adalah penetapan usia minimum untuk menikah bagi kedua belah pihak. Serta mengkonsolidasikan pertimbangan kemauan perempuan dalam semua aspek kontrak pernikahan di samping hak pengasuhan anak dan kepentingan keluarga,” kata Menteri Kehakiman Saudi Dr. Walid bin Mohammed al-Samani dilansir dari Alarabiya, Selasa (9/2).
Menteri Kehakiman mengatakan kepada Al Arabiya bahwa reformasi sistem legislatif akan mencakup reformasi dalam cara hakim menghukum individu sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.
“Untuk sistem pidana, dalam drafnya menegaskan bahwa ruang lingkup pidana selalu dibatasi pada perbuatan yang diatur dalam hukum, karena tidak ada kriminalisasi kecuali teks undang-undang. Serta prinsip personalitas hukuman dan penekanan pada asas praduga tidak bersalah, persetujuan hukuman alternatif penjara dan pengurangan aspek hukuman perampasan kebebasan, ”tambahnya.
Dalam menerapkan teks undang-undang pada fakta, kata Menteri Kehakiman, Hakim akan dapat mengabdikan diri pada pekerjaan dasar mereka dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan di samping lebih memperhatikan aspek realistis dari setiap kasus.
Sebelumnya, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengumumkan empat undang-undang baru untuk mereformasi lembaga peradilan Kerajaan dan upaya untuk meningkatkan lingkungan legislatif di Kerajaan.
Empat undang-undang baru tersebut termasuk Hukum Status Pribadi, Hukum Transaksi Sipil, KUHP untuk Hukuman Diskresioner, dan Hukum Pembuktian. Putra Mahkota mengatakan hukum saat ini di masa lalu telah menyakiti banyak orang, terutama wanita.
Tidak adanya peraturan perundang-undangan yang berlaku telah menyebabkan ketidaksesuaian dalam keputusan dan kurangnya kejelasan dalam prinsip-prinsip yang mengatur fakta dan praktik. Hal itu mengakibatkan gugatan berkepanjangan yang tidak berdasarkan teks hukum. Selain itu, ketiadaan kerangka hukum yang jelas untuk sektor swasta dan bisnis telah menyebabkan ambiguitas terkait kewajiban.
“Ini menyakitkan bagi banyak individu dan keluarga, terutama wanita, membiarkan beberapa dari mereka menghindari tanggung jawab mereka. Ini tidak akan terjadi lagi setelah undang-undang ini diundangkan sesuai dengan hukum dan prosedur legislatif, "kata Putra Mahkota dalam sebuah pernyataan.