Senin 15 Feb 2021 23:27 WIB

Dampak Haji Terhadap Kesadaran Politik dan Jihad Para Ulama 

Ibadah haji berdampak pada kesadaran politik dan jihad para ulama Nusantara

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Ibadah haji berdampak pada kesadaran politik dan jihad para ulama Nusantara. Suasana Makkah di masa puncak musim haji tempo dulu
Foto: saudigazette.com
Ibadah haji berdampak pada kesadaran politik dan jihad para ulama Nusantara. Suasana Makkah di masa puncak musim haji tempo dulu

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Kesadaran politik ulama di masa lalu sebelum negara Indonesia terbentuk  terekam di berbagai ingatan sejarah. Kesadaran itu tak elak banyak disadari setelah para ulama melakukan ibadah haji, dan kembali ke Indonesia dengan semangat jihad fi sabilillah.

Pengasuh Pondok Pesantren Miskat Al-Anwar, Gus Roy Murtadho, menjelaskan, posisi ulama dengan kesadaran politik melawan imperealisme dan kolonialisme salah satunya terekam dalam gerakan di 1888. Di mana kala itu, kaum agamawan dan petani saling bersatu melawan kolonialisme di wilayah Banten.

Baca Juga

“Boleh dikatakan, setelah pergi haji barulah kesadaran politik para ulama ini meningkat. Dan Banten menjadi salah satu wilayah yang paling banyak peminat hajinya, sehingga para kiai di akar rumput sangat mudah mengajak masyarakat untuk melawan penjajah,” kata Gus Roy dalam kajian live streaming, “Seabad Sartono Kartpdirodjo: Petani, Agama, Pemberontakan, dan Imprealisme Kapital, Senin (15/2).

Dia menjelaskan, para kiai atau ulama-ulama rakyat yang berangkat ke Makkah dan berhaji banyak menimba ilmu dan kembali ke Indonesia dengan semangat mendalam mengenai pembebasan bangsa. Ciri-ciri dari golongan ulama pada masa itu adalah dengan hadirnya semangat kebangkitan yang dengan sendirinya meradikalisasi gerakan rakyat untuk melawan penjajah.

Gus Roy menjelaskan, hampir seluruh kiai-kiai rakyat yang berangkat haji dan kembali ke Indonesia semuanya menjadi ulama berpengaruh. Mereka, kata dia, mendirikan pesantren dan lalu menyerukan slogan jihad fi sabilillah dalam konteks kenegaraan.

Peneliti Agrarian Resources Center (ARC), Hilma Safitri, menambahkan, posisi ulama pada masa itu cukup luar biasa dalam menggerakkan rakyat dan petani melawan imperealisme kapital. Ulama, kata dia, bukan hanya menjadi pemicu gerakan pemberontakan terhadap penjajah saja, namun aktif menjadi aktor yang mengusung semangat religi-kebangsaan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement