IHRAM.CO.ID, NAYPYIDAW -- Pengadilan Myanmar menunda sidang virtual pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi karena masalah internet di negara tersebut. Keputusan menunda sidang tersebut datang di tengah penutupan internet seluler di negara itu, sehari setelah pasukan keamanan menewaskan 44 orang dalam tindakan keras karena protes anti-kudeta.
Kepala tim hukum Suu Kyi, Khin Maung Zaw mengatakan pengadilan menunda kasusnya hingga 24 Maret. Suu Kyi yang pernah meraih Nobel tidak terlihat di depan umum sejak penahanannya pada hari pengambilalihan militer. Ia menghadapi setidaknya empat dakwaan, termasuk penggunaan radio walkie-talkie secara ilegal dan pelanggaran protokol virus corona.
Para penentang kudeta bergerak lagi di kota-kota utama Yangon dan Mandalay pada Senin serta di pusat kota Myingyan. Saksi mata mengatakan polisi menembaki pengunjuk rasa di Myingyan dan menewaskan sedikitnya dua orang.
"Mereka menembaki kami. Seorang gadis tertembak di kepala dan seorang anak laki-laki tertembak di mukanya, Aku dengar mereka meninggal,” kata seorang pengunjuk rasa berusia 18 tahun, dilansir dari Aljazirah, Senin (15/3).
Terlepas dari upaya militer yang semakin kuat untuk memadamkan perbedaan pendapat, pengunjuk rasa yang menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi telah turun ke jalan di seluruh Myanmar selama enam pekan. Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik, sebuah kelompok pemantau, menambahkan enam kematian lagi pada Senin menjadi jumlah 38 orang semalam.
Militer mengumumkan darurat militer di Hlaingthaya dan beberapa distrik lain di Yangon juga di beberapa bagian kota kedua Mandalay pada Senin. Ada juga serangan pembakaran yang memprotes komentar China tentang kekacauan yang mencengkeram tetangganya di Asia Tenggara, di mana banyak orang melihat China mendukung pengambilalihan militer.