Kamis 06 May 2021 07:56 WIB

Mars, NASA dan Jalur Gaza

Kendati bisa membuat alat ke Mars, insinyur Palestina sulit pulang ke Jalur Gaza

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Insinyur Luar Angkasa berdarah Palestina, Loay Elbasyouni
Foto:

Saat Gaza melewati krisis demi krisis, Elbasyouni melanjutkan studinya di AS. Setelah pertanian keluarganya diserang, dia membayar biayah kuliah di University of Ketucky seorang diri. Dia pernah bekerja lebih dari 90 jam sepekan di toko sandwich Subway untuk memenuhi kebutuhannya. Beberapa waktu kemudian, dia dipindahkan ke University of Pennsylvania dan memperoleh gelar sarjana dan master di bidang teknik elektro.

Pada 2012, ia dipekerjakan oleh perusahaan teknologi yang mengembangkan pesawat listrik. Dua tahun kemudian, perusahaan tersebut bergabung dengan NASA dalam proyek helikopter Mars dan Elbasyouni dipromosikan untuk memimpin insinyur elektronik.

Dia menghabiskan enam tahun bekerja bersama ilmuwan NASA lainnya untuk mengembangkan sistem propulsi helikopter, pengontrolnya, dan komponen utama lainnya. Helikopter robotik yang ia kembangkan diluncurkan ke luar angkasa pada Juli tahun lalu. Perasaan yang tak bisa dilukiskan saat ia menyaksikan helikopter itu mendarat di Mars pada Februari lalu.

Sejak itu, Elbasyouni telah melakukan banyak wawancara TV dengan media Barat dan Arab dan menjadi pahlawan kampung halaman dari Beit Hanoun. Sayangnya, ia menyebut tidak mungkin untuk berkunjung dalam waktu dekat karena pembatasan perjalanan.

Jika dia ingin berkunjung, dia harus melalui Yordania atau Mesir karena Israel tidak mengizinkan warga Palestina dari Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki untuk masuk atau keluar dari bandara internasionalnya.

Di Yordania, dia harus menunggu pesawat ulang-alik khusus untuk membawanya dari Jembatan Allenby melintasi Tepi Barat yang diduduki Israel ke persimpangan Beit Hanoun. Pesawat ulang-alik itu hanya beroperasi setiap beberapa hari. Setiap arah akan membutuhkan izin Israel, sebuah proses yang bisa rumit, memakan waktu, dan tidak pasti.

Izin keluar biasanya hanya diberikan kepada pasien yang mencari perawatan medis untuk menyelamatkan jiwa atau sejumlah kecil pengusaha.

Pilihan lainnya adalah melalui Mesir dan mencoba memasuki Gaza melalui penyeberangan Rafah yang hanya dibuka secara sporadis dan dapat ditutup selama berbulan-bulan. Mesir memberlakukan batasannya bagi warga Palestina dan harus mengajukan izin perjalanan. Terkadang, itu harus membayar ekstra.

Elbasyouni mengatakan sang ayah pensiun sebagai ahli bedah pada 2012 dan sekarang tinggal di Jerman. Pada 2019, ia mengunjungi Gaza melalui Mesir dan terjebak selama tujuh bulan sebelum pergi melalui Israel. Terlepas dari situasi politik, Elbasyouni mengatakan masih ada peluang bagi pengusaha dan inovator Palestina. Dia berharap bisa menginspirasi anak muda Palestina.

“Menjadi bagian dari proyek yang melayani kemanusiaan ini merupakan sumber kebanggaan yang sangat besar,” ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement