IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan vaksin Sinovac dan Sinopharm ke dalam list mereka untuk keadaan darurat. Pengakuan WHO ini akan memberikan dampak bagi aturan perjalanan termasuk untuk ibadah umroh bagi umat Islam Indonesia.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berharap keputusan WHO ini akan memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia dalam melakukan perjalanan ke luar negeri, termasuk untuk ibadah umroh ke Tanah Suci.
"Mudah-mudahan dengan adanya (daftar WHO) Sinovac dan Sinopharm, beberapa negara yang tadinya menutup Indonesia, sekarang lebih terbuka, apakah untuk bisnis atau umroh," kata Erick saat jumpa pers di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6).
Erick menyebut kewenangan perjalanan internasional berada dalam ranah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) terkait umroh.
"Untuk umroh dan haji domainnya di Kemenlu, tapi paling tidak dengan Sinovac dan Sinopharm masuk daftar WHO, kita berharap Pemerintah Arab Saudi membuka diri," ucap Erick.
Erick mengaku senang dengan keputusan WHO. Hal ini membuktikan jenis vaksin yang digunakan di Indonesia memiliki kualitas yang diakui internasional.
Erick menyebut keberhasilan Sinovac dan Sinopharm masuk dalam daftar WHO merupakan kerja keras banyak pihak, mulai dari Kementerian BUMN, BUMN farmasi, Kemenlu, hingga Kemenkes yang terus mendorong Sinovac dan Sinopharm masuk dalam sebuah daftar WHO.
"Sehingga rakyat merasa aman, yang selama ini mempertanyakan ini belum masuk-masuk WHO, alhamdulilah sekarang sudah," ungkap Erick.
Erick mengaku tak berpuas diri. Pemerintah juga terus berupaya mengembangkan vaksin sendiri melalui vaksin merah putih yang tengah dikembangkan Lembaga Eijkman dan beberapa universitas serta vaksin milik holding BUMN farmasi.
Biofarma adalah sebuah institusi Kementerian BUMN yang sudah melaksanakan kerja sama vaksin dengan banyak pihak dan masuk dalam list WHO nomor 121.
Erick mengharapkan produksi vaksin dalam negeri bisa menunjukkan hasil yang optimal sehingga mampu mengikis ketergantungan terhadap vaksin impor.
"Kita coba, mudah-mudahan berhasil karena sekarang konteks kita harus bisa produksi sendiri, tidak mungkin terus impor," ucap Erick.