Ahad 04 Jul 2021 17:54 WIB

Pemerintah Masih Tunggak Klaim Pasien Covid RS Muhammadiyah

Utang pemerintah terhadap klaim Pasien Covid RS Muhammadiyah Harus segera dibayar

Rang perawatan pasien Covid-19. (ilustrasi)
Foto: Anadolu Agency
Rang perawatan pasien Covid-19. (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih menunggak pembayaran klaim pasien covid-19 di Rumah Sakit Muhammadiyah. Sementara untuk pembayaran jaminan kesehatan BPJS cukup lancar.

"Betul (klaim BPJS lancar, klaim covid tersendat). Nah itu pembayaran klaim covid bukan BPJS," kata Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), Agus Syamsuddin pada Ahad (4/7).

 

Saat ini kasus covid-19 terus mengalami peningkatan. Kondisi ini menyebabkan banyak rumah sakit kewalahan dengan kedatangan sejumlah pasien, tak terkecuali RS Muhammadiyah. Namun untuk jumlah total tunggakan Agus masih enggan menjelaskannya lebih lanjut.

 

"Aku belum bisa buka data sekarang. Kalau sampai minggu depan belum ada perubahan baru aku akan sampaikan ke publik," ucap Agus.

 

Sementara dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Wakil Ketua Bidang Layanan Kesehatan MCCC dr. Aldila S. Al Arfah, MMR mengungkapkan biaya operasional perawatan pasien Covid di rumah sakit Muhammadiyah rata-rata menurutnya juga masih banyak yang belum dibayar oleh Pemerintah.

 

"Ada yang dari Oktober tahun lalu belum dibayar. Kalau rumah sakit saya sampai bulan Maret sudah dibayar tetapi macet sudah agak lama ini. Mayoritas ada yang Oktober, dari Januari belum dibayar jadi kasihan kan rumah sakit, disuruh kerja all out tapi ga dibayar. Kalau ga dibayar-bayar ya bisa kehabisan nafas juga ini," kata dia.

 

Bagi rumah sakit Muhammadiyah, Aldila menyatakan tak pantang mundur untuk tetap bekerja habis-habisan melawan Covid. Melalui rapat para direktur, 86 RS Muhammadiyah menurutnya terus berupaya meningkatkan kapasitas pelayanan.

 

"Kalau untuk obat-obatan untuk sejauh ini masih aman. Kalau dari sisi komoditas kesehatan, material, yang agak mengkhawatirkan itu memang oksigen," ungkap Aldila.

 

Sementara mantan menetri keuangan Fuad Bawazier mengatakan sangat tidak bijaksana bila pemerintah tetap membiarkan tunggakan klaim perawatan Covid-19 dari rumah sakit Muhammadiyah. Apalagi jumlah utang itu tak terlalu banyak, sekitar Rp 4Triliun.

 

"Tunggakan utang pemerintah terkait perawatan pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit di Indonesia sekitar Rp 22 Triliun. Dan di antara uang itu yang jadi punya RS Muhammadiyah sekitar Rp triliun. Seharusnya tunggakan utang iu segera dibayar sebab pemerintah sendiri sekarang masih punya uang ratusan trilun sisa anggaran tahun (Silpa),'' kata Fuad Bawazier.

 

Dengan demikian, lanjut Fuad, yang dibutuhkan saat ini adalah kepedulian yang nyata dari pemerintah yakni menteri keuangan untuk menyelasikan utang klaim itu. Dan sekarang ini menjadi penting sebab semua rumahsakit sudah berteriak kekuarangan dana sementara dia harus merawat pasien yang terpapar Covid-19.

 

''Mereka harus bayar semua kebutuhan secara tunai. Gak bisa lagi membayar dengan diminta tunda. Saya sendiri yang mengurusi yayasan sebuah rumah sakit sudah merasakan hal itu secara langsung. Kalau dibiarkan pelayanan rumah sakit akan kolaps. Padahal pandemi lagi tinggi-tingginya,'' ujarnya.

 

Ada uang Sisa Anggaran sebesar Rp 338 triliun

 

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), DR Anthony Budiawan, mengatakan saat ini menkeu memiliki uang cukup banyak. Uang itu berasal dari sisa anggaran atau uang lazim di kenal sebagai 'Silpa' sebesar Rp 338 Triliun. Jadi uang ini sangat cukup untuk membayar tagihan utang kepada seluruh rumah sakit yang hanya puluhan triliun itu.

" Dalam kondisi lonjakan kasus covid seperti ini, kebutuhan dana operasional Rumah Sakit (RS) pasti semakin besar.  Masalahnya, tagihan penggantian biaya tersebut tidak segera dibayar oleh pemerintah. Bahkan makan waktu sangat lama sehingga terjadi tunggakan. Menurut berita, jumlah tunggakan tagihan tahun lalu masih tersisa sangat besar. Capai Rp 22 triliun, per Juni 2021,'' kata Anthoniy.

Bahkan lanjutnya, ada salah satu RS di Kota Bekasi terancam bangkrut, akibat tagihannya belum dibayar. Dan mungkin banyak RS yang bernasib sama. Semuanya kini terancam bangkrut.

"Pertanyaannya, kenapa tunggakan tagihan RS sampai menumpuk begitu besar? Kalau alasannya masih diperiksa BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), sepertinya tidak masuk akal. Alasan yang dibuat-buat,'' tegasnya.

Ingat soal  pengawas dari BPKP bukan berarti pemberi persetujuan akhir. Kalau setiap pembayaran harus diperiksa dan disetujui terlebih dahulu oleh BPKP, maka semua proyek pemerintah tidak ada yang jalan. Stagnan. Semua proyek infrastruktur akan macet. Tetapi, kenapa proyek infrastruktur lancar-lancar saja? "Kasihan BPKP dijadikan kambing hitam, menghambat pembayaran tunggakan rumah sakit."

Jadi apa sebabnya? Banyak yang mencurigai pemerintah tidak ada uang. Hal ini juga tidak mungkin. Karena sampai akhir 2020, pemerintah mempunyai Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp388,1 triliun. SAL adalah kelebihan tarik utang di atas jumlah yang dibutuhkan.

"Istilah SAL ini memang membingungkan. Apa arti “Anggaran Lebih”? Seolah-olah ada surplus anggaran? Padahal SAL dalam konteks ini adalah kelebihan tarik utang dari yang dibutuhkan untuk menutupi defisit anggaran. Lebih tepat dinamakan “Saldo Kelebihan Utang” atau “Saldo Utang Lebih (SUL),'' tegas Anthoni.

 

Advertisement