Ia menjelaskan bagaimana laba bisa halal dan riba menjadi haram. Ini karena, untuk dapat laba, harus ada iwadhnya, alias countervalue, atau justifikasi kenapa kita berhak dapat laba tersebut.
Beda dengan riba yang duduk ongkang-ongkang kaki tapi dapat uang dengan cara meminjamkan uang tersebut ke orang lain. Tanpa peduli dari penggunaan dana tersebut.
"Iya kalau mereka berusaha dan untung, Kalau rugi? Apalagi misalnya minjamnya untuk bayar rumah sakit malah menambah kesusahan kan? Makanya riba itu haram," katanya.
Iwadh sebagai syarat dari laba itu sendiri ada beberapa macam. Bisa jadi ada usaha yang dilakukan, kewajiban tambahan yang harus dijalankan, atau ada risiko yang harus diterima. Dari tiga ini, jelas ada biaya tambahan untuk mendapatkan laba tersebut.
"Berbeda dengan riba, kalau dari sudut pandang efisien ya pasti lebih efisien, tidak melakukan apa-apa tapi juga bisa untung," katanya.
Maka dari itu, sebenarnya wajar saja jika bank syariah mahal karena ada hal-hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan keuntungan tersebut. Ini juga dapat menjadi bahan introspeksi bagi bank syariah apakah sudah melakukan iwadh tadi.