"Logika sederhana aja, mahal mana beli di warung depan rumah, sama di hypermarket? Umumnya pasti di warung yang lebih kecil," katanya.
Alasan kedua, bisa jadi pengaruh akad, terutama akad murabahah atau jual beli yang memiliki harga tetap. Mau terjadi inflasi seberapa pun harga tidak akan berubah. Beda dengan bank konvensional atau produk syariah yang bisa menawarkan flat rate nilainya lebih fleksibel.
Hal ini karena dalam keuangan, semakin panjang durasi investasi semakin tinggi risiko. Maka ekspektasi return pembiayaan jangka panjang juga akan tinggi. Karena itu, akad murabahah menjadi relatif lebih mahal.
"Yang ketiga, karena struktur produk dan ketentuan syariah sendiri, nah, yang ini orang banyak tidak tahu," katanya.