Secara praktis, menurutnya fintech syariah telah menjadi segmen teknologi keuangan yang tumbuh paling cepat di antara negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Diperkirakan bahwa fintech Islam di negara-negara OKI menyumbang Rp 706 triliun dalam volume transaksi pada tahun 2020.
Meskipun ini adalah angka yang mengesankan, potensi sebenarnya terwujud ketika mempertimbangkan bagaimana hal ini dibandingkan dengan transaksi fintech global yang hanya menyumbang 0,7 persen dari transaksi fintech global tahun lalu.
Global Islamic Fintech Report bahkan disebut memproyeksikan volume transaksi dalam sektor fintech Islam di negara-negara OKI tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 21 persen atau Rp 1,8 kuadriliun. Ini dibandingkan dengan pertumbuhan 15 persen yang diantisipasi untuk fintech konvensional selama jangka waktu yang sama.
Dengan negara-negara Asia Tengah seperti Tajikistan dan Uzbekistan yang menjadi bagian dari OKI, terbukti bahwa kawasan ini merupakan kawasan utama untuk pertumbuhan.
“Asia Tengah dengan cepat menjadi modal global untuk inovasi fintech, terutama dalam hal keuangan Islam. Untuk menjaga momentum, dukungan pemerintah, pendidikan dan investasi ke dalam infrastruktur diperlukan untuk eksposur digital yang lebih besar dari penduduk,” ungkapnya.