Menghadapi keadaan tersebut, Kiai Mustofa bersama dengan teman-temannya menyusun strategi baru. Meresponsnya, Jepang sempat menawari Kiai Mustofa untuk bekerja sama dalam berbagai hal. Namun, ajakan tersebut dengan tegas dito laknya. Akibatnya, ia pun harus kembali menghuni penjara untuk kesekian kalinya, yaitu pada 1942- 1943.
Setelah keluar penjara, Kiai Mustofa bersama tokoh lainnya kemudian berperan aktif melalui gerakan Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) yang berdiri pada 1937. Namun, pada 24 Oktober 1943 organisasi ini dibubarkan oleh pemerintah Jepang dan sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada 1943.
Dalam organisasi yang baru ini, Kiai Mustofa tercatat sebagai salah satu aktivis Masyumi wilayah Priangan. Ia terus bergerak mengadakan pengajian ke berbagai daerah untuk menanamkan ajaran Islam dan membangkitkan semangat juang melawan penjajah.
Hingga akhirnya ia mencapai puncak per juangannya dengan berjuang bersama Bung Tomo di Jawa Timur. Ajang pertempuran melebar, tidak ha nya di kawasan Surabaya. Saat ikut berjuang di daerah Gedangan, Sidoarjo, sang alim tertembak musuh. Pada 10 November 1945, ulama Garut tersebut gugur sebagai seorang syuhada.