Mungkin warisan yang paling merusak dari 9/11, bagaimanapun, adalah homogenisasi dan Islamisasi dari ancaman teror. Hal ini telah mengakibatkan penggabungan Islam dan Muslim dengan terorisme di banyak liputan berita. Di Inggris, misalnya, penelitian menunjukkan bahwa pemirsa berita melihat peningkatan dramatis dalam berita tentang Islam dan Muslim pada tahun-tahun setelah serangan 9/11, dengan puncaknya pada tahun 2001 dan 2006.
Meskipun tidak selalu bernada negatif, laporan media menunjukkan fokus tematik pada terorisme, ekstremisme kekerasan dan perbedaan budaya Muslim. Apalagi di Amerika, para ilmuwan telah menunjukkan bagaimana serangan teroris yang melibatkan pelaku Muslim cenderung mendapat perhatian sekitar 375 persen lebih banyak daripada ketika pelakunya adalah non-Muslim.
"Namun terlepas dari ketertarikan terhadap terorisme Islam, Indeks Terorisme Global mengingatkan kita bahwa hanya 2,6 persen serangan dan 0,51 persen kematian akibat terorisme terjadi di negara-negara Barat," jelas Ahmad.
Sebagian besar serangan semacam itu cenderung dimotivasi oleh penyebab etno-nasionalis, daripada Islamis. Terlebih lagi, lima negara yang paling terkena dampak kekerasan teroris yaitu Afghanistan, Irak, Nigeria, Suriah, dan Somalia, adalah negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Serangan 9/11 mengantarkan era baru terorisme. Peristiwa-peristiwa itu, dan perang melawan teror yang dihasilkan, sangat meningkatkan nilai terorisme sebagai topik yang layak diberitakan. Serangan itu juga memastikan bahwa kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan dalam melebih-lebihkan tingkat ancaman teror, seperti politisi atau anggota dinas keamanan, tetap menjadi suara utama yang membentuk liputan berita. Dan, bagi kelompok tersebut, hanya satu jenis terorisme yang dianggap penting.