Senin 20 Sep 2021 04:01 WIB

Tradisi Adzan Utsmaniyah dan Adzan Berbahasa Turki

Di Turki, Adzan memiliki keterkaitan erat dalam sejarah negeri tersebut.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Orang-orang berjalan di depan Masjid Taksim yang baru dibangun di Alun-alun Taksim saat upacara pembukaan masjid dengan dihadiri oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tidak dalam foto) di Istanbul, Turki, 28 Mei 2021.
Foto:

Di rumah-rumah pemerintah, para Sultan mengabdikan departemen khusus, Administrasi Adzan. Tugas departemen ini memilih suara-suara yang merdu, mengajari mereka pelajaran musik tertentu, hingga akhirnya memilih yang terbaik untuk Adzan.

Muadzin Masjid Istana diberi gelar Pash Muazin atau Muadzin Honcar (muazin senior). Dia akan mengumandangkan Adzan di hari Jumat maupun hari raya, di masjid-masjid besar yang dihadiri oleh para Sultan.

Sultan Ottoman bahkan menguduskan amal demi Adzan. Misalnya, Amal Masjid Sulmaniyya (Istanbul) dan Amal Yanni Jami` Khadijah Torkhan Sultan (Istanbul). Kalimat berikut tertulis di dalam Amal Masjid Sulmaniyya, "Diperlukan 24 muadzin, masing-masing harus memiliki pengetahuan berbagai kunci musik dan terampil dalam seni pertukaran isyarat dan intonasi. Setiap muazin harus menerima tunjangan harian lima aqajat Turki". 

Yang dimaksud dengan adzan kerakyatan atau berjamaah adalah jenis adzan yang dilakukan oleh lebih dari satu muadzin secara bersamaan, baik di masjid-masjid keraton maupun di masjid-masjid agung. Jabatan “Kepala Muadzin” diperkenalkan pada masa pemerintahan Sultan Bayzid II (1481-1512 M).

Orang Turki mengumandangkan adzan dalam bahasa Arab sejak pertama kali memeluk Islam di tanah air asalnya, di Asia Kecil, setelah berdirinya negara pertama (Saljuk) di Anatolia dan pada masa pemerintahan negara kedua (Utsmaniyah), hingga masa pemerintahan Turki yaitu gelombang nasionalis yang dikenal sebagai “Turkishisasi".

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement