Kamis 30 Sep 2021 17:17 WIB

Hukum Berwasiat dalam Pandangan Ulama Klasik dan Kontemporer

Para ulama saling berbeda pendapat tentang apakah membuat wasiat.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Agung Sasongko
Pembagian warisan (ilustrasi)
Foto:

Dalam hadis, disunahkan bagi umat Islam untuk berwasiat apabila hendak berpergian. Disebutkan, “Kaana Rasulullah SAW yuwaddi’una fayaqul: astadi’ullaha dinaka wa amanaataka wa khawatima amalika,” . Yang artinya, “Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan penutup amalanmu,”.

Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Pendapat Para Ulama terbitan Naoura Penerbit menjelaskan bahwa setidaknya terdapat lima hal yang dirincikan oleh para ulama mengenai hal tersebut.

Pertama, wasiat hukumnya wajib. Yakni apabila ada suatu kewajiban (berkaitan dengan hak Allah atau hak manusia lain) yang harus dia laksanakan sedemikian sehingga khawatir jika tidak diwasiatkan hal itu tidak disampaikan kepada yang berhak. Misalnya, zakat yang belum dia keluarkan atau kewajiban berhaji yang belum dia laksanakan. Atau ada titipan yang diamanahkan kepadanya, atau utang yang harus dilunasi, dan sebagainya.

Kedua, wasiat huumnya mustahab (sangat dianjurkan). Yakni dalam berbagai perbuatan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah), yaitu dengan mewasiatkan sebagian dari harta yang ditinggalkan untuk diberikan kepada sanak kerabat yang miskin (terutama yang tidak menerima bagian dari warisan). Atau orang-orang shaleh yang memerlukan, atau untuk hal-hal yang berguna bagi masyarakat seperti pembangunan lembaga pendidikan, kesehatan, sosial, dan sebagainya.

Ketiga, wasiat hukumnya haram jika menimbulkan kezaliman bagi ahli waris. Yakni jika dimaksudkan untuk sesuatu yang haram. Misalnya, untuk membangun tempat-tempat minuman atau perbuatan haram, atau kuil, gereja, dan sebagainya. Atau untuk menghambur-hamburkan uang dalam hal yang tidak bermanfaat, ini juga haram.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement