Rohmat berharap, sebagai santri yang sudah memasuki jenjang mahasiswa harus bisa melatih nalar kritisnya. "Sehingga dapat mengenali berbagai aktivitas yang mengarah pada propaganda radikalisme dan sikap intoleran," ujarnya.
Ia memberi contoh, penanaman paham anti kebangsaan dan radikalisme-ekstemisme biasanya ditularkan melalui halaqah-halaqah kecil yang digelar secara sembunyi-sembunyi. Rekrutmennya melalui pendekatan personal secara pertemanan.
Ia mengatakan, daripada tegerus propaganda ekstremisme, Mahasantri yang sedang aktif di bangku kuliah justru diharapkan menjadi agen-agen moderasi beragama di lingkungan kampus. Penguatan moderasi beragama ini sekarang menjadi agenda besar pemerintah, karena itu perlu melibatkan banyak pihak.
"Nah, mahasiswa bisa memberi kontribusi dengan melakukan kajian ilmiah di ranah teoritis, sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai moderasi tersebut dilingkungannya masing-masing," ujarnya.