Jumat 08 Oct 2021 17:00 WIB

KH Hasan Gipo, Ketum Tanfiziyah Pertama NU (II)

Kiai Hasan Gipo memegang amanah sebagai ketua tanfidziyah NU sekitar dua tahun.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Nahdlatul Ulama

Melawan komunis

Kiprah Kiai Hasan tidak hanya dalam penguatan finansial, tetapi juga tindakan. Untuk diketahui, masyarakat Muslim saat itu juga meng hadapi tantangan dari kaum komunis. Tokoh paham komunisme kala itu antara lain Muso, bekas murid HOS Tjokroaminoto yang pernah cukup lama tinggal di Uni Soviet. Tak jarang, Musso membuat propaganda publik tentang ateisme dan materialisme.

Mendengar itu, kaum Muslimin gempar. Kalangan alim ulama mengecam keras agitasi Musso. Di samping KH Hasbullah, Kiai Hasan termasuk yang berupaya melawan paham komunisme dengan berbagai argumentasi yang tepat dan cerdas. Tambahan pula, ia dikenal sebagai 'singa podium' karena pandai berorasi. Penampilannya pun gagah sehingga memukau banyak orang. 

Musso sendiri lebih sering mengumbar kata-kata tanpa dalil, bahkan logika. Tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini cenderung larut dalam debat kusir yang semata-mata mendiskreditkan lawan bicara. Beliau (KH Hasan Gipo) menan tang tokoh-tokoh PKI untuk berdiri di rel kereta api guna membuktikan keberadaan Tuhan dan hari akhir. Namun, saat kereta api datang jus tru tokoh-tokoh PKI kabur ketakutan, kata ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur Sholeh Hayat.

Musso yang biasanya tampil beringas dalam menghabisi lawan-lawan debatnya kini hanya diam membisu. Melawan Kiai Hasan, figur komunis itu bagaikan seekor kucing di hadapan macan. Kelak, Musso mati sesudah pemberontakan PKI berujung kegagalan di Madiun, Jawa Timur.

Pada 1948, PKI mengumumkan proklamasi Republik Soviet Indonesia sembari menolak kepemimpinan Dwitunggal Sukarno-Hatta. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan dukungan kaum santri bergerak cepat dalam menumpas kudeta tersebut. Dari wilayah Trenggalek, TNI terus memburu para perusuh. 

 

Adapun KH Hasan Gipo wafat sebelumnya, tepatnya pada 1934. Kepergian sosok yang terus berkhidmat dalam NU hingga tutup usia itu menyisakan duka mendalam. Jenazah bapak tiga orang anak itu dikebumikan di kompleks permakaman Sunan Ampel, Surabaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement