Ahad 10 Oct 2021 05:15 WIB

Kerajinan Bubur Kertas Seniman Kashmir yang Nyaris Punah

Karya seni bubur kertas ini terkait erat dengan kedatangan Islam di Kashmir

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Esthi Maharani
Tumpukan kayu bahan baku bubur kertas
Foto: Republika/Maspril Aries
Tumpukan kayu bahan baku bubur kertas

IHRAM.CO.ID, SRINAGAR -- Karya seni kuno Kashmir dari bubur kertas terkenal di seluruh dunia. Bentuk seni itu adalah bahan baku dari pasar hias mewah, dan memiliki garis keturunan budaya yang kaya dan panjang.

Karya seni bubur kertas ini terkait erat dengan kedatangan Islam di Kashmir, dan menggambarkan pemandangan dari istana Mughal, ayat-ayat Alquran dalam bahasa Arab, puisi Persia, serta tempat-tempat wisata ikonik Kashmir. Namun sayangnya, bentuk seni kuno ini nyaris punah. Hanya segelintir pengrajin yang tersisa yang melakukannya.

Seorang seniman bubur kertas terkenal, Maqbool Jan, mengatakan bahwa kejatuhan karya seni bubur kertas itu dimulai pada awal 90an. Maqbool Jan tinggal bersama keluarganya di daerah Lal Bazar yang tenang di Srinagar di wilayah Kashmir yang dikelola India.

"Setelah itu arus wisatawan menyusut dan permintaan pun anjlok. Kemudian, baru-baru ini, ada banyak kemunduran: banjir Kashmir 2014 yang menghancurkan, pencabutan status otonomi Kashmir pada 2019, dan akhirnya pandemi virus corona 2020 adalah pukulan fatal," ungkap Maqbool Jan, dilansir di The Guardian, Sabtu (9/10).

 

Maqbool berasal dari keluarga seniman bubur kertas yang memenangkan penghargaan. Dia baru berusia tiga tahun ketika dia pertama kali mengambil kuas. Kala itu, ayahnya baru saja meninggal dan ibunya sedang mengandung adik laki-lakinya, Firdous.

Saat ini, Maqbool dan Firdous bekerja dengan istri mereka, Masrat dan Gowhar Jan, untuk membuat karya yang sangat indah. Namun, keluarga ini khawatir dalam satu dekade bentuk seni itu bisa hilang.

"Sebelumnya ada seluruh daerah yang mengerjakan seni bubur kertas, tetapi sekarang ada kurang dari 3.000 orang yang terkait dengan pekerjaan ini," kata Maqbool.

Sekitar 100 ribu perajin bubur kertas terdaftar di pemerintah, tetapi sangat sedikit yang merupakan seniman yang mempraktikannya penuh waktu. Maqbool dikenal dengan desain inovatifnya, mengubah pola dan skema warna untuk menjaga seni tetap hidup.

Dia telah mulai membuat karya seni di dinding, pintu, langit-langit (plafon) Khatamband Kashmir tradisional, serta berbagai peralatan. Dia dianugerahi penghargaan atas tanda mutu tinggi dari Unesco atas kontribusinya pada kerajinan tangan pada 2008.

Maqbool menyalahkan pemerintah atas penurunan seni dan budaya di Kashmir. Dia mengatakan pengrajin tidak didukung dengan cara yang sama seperti sektor lain, meskipun pemerintah Jammu dan Kashmir memiliki direktorat kerajinan tangan.

"Dari 1989 hingga sekarang, mesin bubur kertas mengalami begitu banyak kemunduran, tetapi pemerintah tidak mengindahkannya," ujarnya.

"Pernahkah pemerintah berpikir jika para perajin memiliki cukup makanan untuk bertahan hidup? Di departemen tenaga kerja, seorang pekerja setidaknya memiliki manfaat asuransi kesehatan dan beasiswa untuk anak-anaknya. Kami bahkan tidak memilikinya. Kami tidak seperti buruh," lanjut Maqbool.

Ia mengatakan, eksportir adalah alasan lain untuk meracuni kerajinan ini. Pasalnya, mereka membeli produk bubur kertas dengan harga murah di Kashmir dan menjualnya ke seluruh Eropa dengan harga selangit, memberikan hampir seperti kacang kepada orang-orang yang benar-benar membuatnya.

Jika seorang eksportir memperoleh 100 rupee (1 pound) sebagai keuntungan, kata dia, eksportir tersebut setidaknya harus memberikan 30 persen kepada pengrajin dan menyimpan 70 persen untuk dirinya sendiri,

"Tetapi apa yang mereka lakukan adalah memberikan 1 persen kepada pengrajin dan, sebagai hasilnya, para pengrajin terpaksa menjual produk mereka sendiri, yang berdampak pada jumlah dedikasi mereka pada seni," kata Maqbool.

Tak satu pun dari dua putra Maqbool, yang keduanya memiliki gelar sarjana, tertarik untuk melanjutkan warisan ayah mereka. Menurutnya, anak-anaknya tidak mau belajar seni bubur kertas ini.

"Mereka merasa dipermalukan di depan teman-teman mereka untuk mengatakan bahwa ayah mereka adalah seorang seniman bubur kertas," ujarnya.

Maqbool melanjutkan, banyak orang mengatakan perajin bubur kertas itu miskin dan pemerintah harus memberi mereka uang. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa bukan uang yang mereka butuhkan.

"Uang adalah yang kedua. Pertama, yang kami inginkan adalah martabat," ungkapnya.

"Saya percaya, sebelum hal lain, kita harus membawa sebuah standar untuk seni ini. Berikan martabat untuk menyelamatkannya dari kepunahan. Ketika itu adalah pekerjaan yang bermartabat, anak-anak kita akan dengan bangga melakukannya dan tidak akan dipermalukan di depan teman-temannya. Tahukah Anda, mengapa lukisan MF Husain harganya jutaan? Karena itu memiliki martabat," tambahnya.

Pada Agustus lalu, Maqbool memajang karya terbarunya di depan umum. Karya itu membutuhkan waktu dua tahun untuk dibuat, yakni sebuah lukisan kain yang menggambarkan Srinagar pada 1825, jauh sebelum gangguan lingkungan merusak kota yang mirip Venesia itu. Dia berharap karya itu akan menghasilkan ketertarikan dan uang.

"Tarif dasar minimum adalah 1,5 juta rupee (15.000 pound) dan saya pikir kami pantas mendapatkannya," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement