IHRAM.CO.ID, SOLO -- Perhimpunan Pengusaha Biro Ibadah Umrah dan Haji Indonesia (Perpuhi) menyebut aturan terkait vaksin Covid-19 masih menjadi kendala ibadah umroh tahun ini.
"Ada beberapa kendala terkait vaksin, sertifikat vaksin yang belum terbaca di Arab Saudi," kata Ketua Perpuhi Her Suprabu, Senin (11/10).
Ia mengatakan sejauh ini vaksin Sinovac belum diakui oleh Pemerintah Arab Saudi. Oleh karena itu, solusinya adalah pemerintah membantu menyediakan booster vaksin bagi calon jamaah umroh.
"Vaksin yang diakui di Saudi adalah Moderna, Pfizer, AstraZeneca, dan Johnson and Johnson. Sementara sekarang, sertifikat vaksin dari Indonesia belum bisa terbaca oleh pihak Saudi," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap penyediaan booster vaksin segera dilakukan mengingat sesuai dengan aturan pemerintah Arab Saudi, calon jamaah umroh sudah memperoleh booster vaksin paling tidak 14 hari sebelum keberangkatan. "Karena ada tambahan biaya termasuk wajib melampirkan hasil tes PCR dan lolos tes kesehatan, maka akan ada penambahan biaya yang dikenakan oleh calon jamaah umroh sekitar Rp 5-7 juta. Itu diluar (biaya) karantina," katanya.
Biaya normal umroh, yakni sebelum adanya penambahan biaya untuk vaksin dan tes kesehatan di kisaran Rp 25-30 juta. Sementara itu, terkait dengan aturan tersebut, hingga saat ini masih dibahas di tingkat Kementerian Agama.
"Peraturan Menteri Agama (PMA) yang masih digodok, terkait proses pemberangkatan. Oleh karena itu, saat ini kami memberitahukan jamaah untuk siap-siap sambil menunggu peraturan dari menteri agama," katanya.
Ia berharap keputusan bisa cepat keluar, sehingga calon jamaah umroh bisa segera berangkat. "Dari informasi yang kami terima, paling tidak dalam tiga pekan hingga satu bulan ke depan bisa diberangkatkan. Untuk tahap awal akan diatur satu pintu seperti haji, jadi lewat embarkasi. Wacana ini masih dibahas, masih menunggu regulasinya," katanya.