IHRAM.CO.ID, Pada 1904 M, Haji Ismail Mundu kembali ke Tanah Air. Di Desa Teluk Pakedai, dirinya berkiprah sebagai penyebar Islam. Waktu itu, daerah tersebut masuk wilayah Kerajaan Kubu Pontianak. Kuatnya tradisi menjadi tantangan tersendiri untuk berdakwah kepada masyarakat setempat.
Baidhillah Riyadhi dalam buku Guru Haji Ismail Mundu: Ulama Legendaris dari Kubu(2011) menukil kete rangan dari salah seorang murid tokoh tersebut yang bernama Haji Arsyad. Menurutnya, daerah Teluk Pakedai sebelum kedatangan Syekh Haji Ismail memiliki kebiasaan yang cukup kontroversial.
Tradisi itu ialah menguji se tiap tamu atau pendatang yang baru tiba di Teluk Pakedai. Cara menguji ketinggian ilmunya melalui perkelahian. Apabila kalah, sang tamu tidak diperkenankan tinggal di daerah tersebut. Bahkan, kadang kala pendatang ini terbunuh di medan pengujian-yang disebut masyarakat lokal sebagai Tanjung Salai.
Kata salai berarti `panggang.' Artian itu dalam maksud harfiah. Yakni, jenazah orang yang kalah atau terbunuh di me dan pengujian akan dipanggang. Riyadhi mengatakan, tradisi tersebut dilakukan orang-orang Dayak Laut.
Begitulah nasibnya bila pendatang didera kekalahan. Apabila menang, ia akan diakui memiliki ilmu yang ting gi. Oleh karena itu, dirinya tidak ha nya mendapatkan penghor matan yang baik dari masyarakat, tetapi juga dipersilakan tinggal di Teluk Pakedai, bahkan dianggap sebagai seorang guru yang layak diikuti.