IHRAM.CO.ID, Haji Ismail Mundu, demikian namanya. Putra pasangan Daeng Abdul Karim alias Daeng Talengka dan Zahro alias Wak Soro itu berjasa besar dalam menyebarkan syiar Islam. Dari ayahandanya, ia mendapatkan nasab kalangan bangsawan Sulawesi.Adapun ibundanya berasal dari Kalimantan Barat.
Ketokohannya mulai mengemuka setidaknya se jak awal abad ke-20. Pada 1907, Ismail Mundu di angkat sebagai mufti Kerajaan Kubu, sebuah kesultanan Islam yang pernah berkuasa di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Di Teluk Pakedai, Kubu Raya, dirinya turut membangun Masjid Nasrullah, yang juga dikenal sebagai Masjid Batu.
Selain aktif dalam berdakwah, Ismail juga sangat produktif menulis. Ia memiliki sejumlah karya.Di antaranya adalah kitab Mukhtashar Aqaid. Buku yang rampung ditulis pada 18 Rajab 1351 H itu berisi tentang pelajaran akidah untuk anak-anak.
Karya lainnya ialah Jadwal Hukman Nikah.Seperti tampak pada judulnya, buku tersebut mengulas topik hukum pernikahan dalam syariat Islam. Termasuk di dalamnya, pembahasan me ngenai talak, rujuk, fasakh, iddah, dan lain-lain.Kitab ini selesai ditulis pada 15 Muharram 1355 H.
Karya ini terbilang istimewa. Sebab, beberapa ula ma Melayu turut mengisi kalam pengantar dan pen dahuluan di dalamnya. Mukadimah ditulis oleh kewarisan mufti Ismail Mundu, Muhammad Ahmad az-Zawawi. Pengantarnya dibuat oleh mufti Ke rajaan Johor, Alwi bin Thahir bin `Abdullah al- Haddad al-'Alawi. Ada pula testimoni dari ketua ikat an kadi Singapura, `Abbas bin Muhammad Thaha.