Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, mengusulkan agar pemerintah melakukan penghitungan ulang subsidi haji. Saat ini, nilai subsidi disebut sudah lebih dari 50 persen dari total biaya haji.
"Saya kira bisa menjadi bom waktu soal subsidi haji ini, karena kecenderungannya makin meningkat lebih dari 50 persen untuk saat ini," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (1/11).
Penghitungan ulang disebut perlu dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Kementerian Agama (Kemenag). Sesuai fungsinya, BPKH mengelola dana haji dan menghitung keuntungan yang didapat, sementara Kemenag menghitung dana yang lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan ibadah haji.
Dari hasil perhitungan ini, ia menyebut bisa ditemukan pula ongkos biaya haji sebenarnya. Apakah tetap di angka Rp 70 juta, atau ada kemungkinan bertambah dan berkurang.
Melihat tren pembiayaan yang semakin berat, ia menyatakan menyetujui jika pada akhirnya subsidi atau bagi hasil dari dana haji ini dihapuskan. Namun, hal ini sebaiknya dilakukan secara bertahap dan berjenjang.
"Menurut saya ini perlu ada peta jalan ke depan. Misalkan, 15 tahun dari sekarang sudah tidak ada subsidi, maka siapkan upaya yang lain. Misal, orang yang mau daftar haji setorannya tidak terlalu besar, karena bisa saja itu difungsikan di tempat lain oleh masyarakat," lanjutnya.
Tak hanya itu, ia berharap dialog yang interaktif bisa dilakukan oleh dua lembaga ini bersama ulama, asosiasi jamaah haji, serta DPR dan pengamat haji atau para ahli. Pembicaraan seputar haji baiknya dilakukan jauh hari, tidak hanya menjelang pengambilan keputusan.
Dialog interaktif yang dimaksud bertujuan untuk menjadikan pembicaraan itu sebagai usaha untuk sama-sama memahami kompleksitas masalah haji.
Adapun usulan lain yang disampaikan adalah pemerintah diharap membuka komunikasi kepada publik tentang pelaksanaan haji. Dadi Darmadi menyebut komunikasi ini bisa dimaksimalkan, utamanya oleh BPKH selaku lembaga yang mengelola dana haji.
"Yang sering kali bikin kisruh setiap ada pembahasan soal haji, itu karena sejauh ini komunikasinya masih kurang maksimal. Sehingga, selalu ada pertanyaan dari masyarakat kemana dana haji ini," ujar dia.
Selain membuka komunikasi, ia menyarankan agar menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat dipahami oleh masyarakat umum. Hal ini bisa dilakukan berkaca pada lembaga lainnya, seperti KPK, yang mampu membangun isu pemberantasan korupsi di hati masyarakat.