IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak publik menyudahi polemik pembubaran MUI. Polemik tersebut dinilai hanya akan menambah masalah dan mengaburkan fokus masalah yang sebenarnya yakni penanggulangan terorisme.
"Ayo bersatu cegah ekstrimisme dan lawan terorisme," kata Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, Senin (22/11).
Kiai Cholil juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang mendukung MUI. MUI menganggap isu pembubaran tersebut sebagai dinamika informasi yang diterima oleh sebagian masyarakat. Mereka belum bisa membedakan antara kegiatan personal dan kelembagaan MUI. Menurutnya, itu juga bisa dianggap sebagai kritik agar MUI lebih baik lagi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menilai, MUI terlalu kokoh untuk dibubarkan. Sehingga ide untuk membubarkan MUI seperti yang baru-baru ini ramai dihembuskan melalui tagar #BubarkanMUI menjadi tidak relevan.
Mahfud mengatakan, kokohnya MUI terbukti dari keberadaan MUI di peraturan perundang-undangan. Setidaknya, keberadaan Fatwa MUI dibutuhkan dalam dua UU sekaligus.
"Fatwa MUI muncul di dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah," kata Mahfud, dilansir dari laman resmi MUI, Sabtu (20/11).
Sebagaimana diketahui, dalam UU Jaminan Produk Halal dan aturan turunannya, MUI menjadi lembaga satu-satunya yang menentukan kehalalan. Pada UU Perbankan Syariah, kesesuaian syariah (syariah compliance) transaksi keuangan perusahaan juga harus mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Mahfud juga menilai, penangkapan terduga teroris tersebut tidak berarti pemerintah menyerang MUI melalui Densus 88. Sehubungan dengan itu, Mahfud berpesan agar umat menghindari provokasi.
"Terkait dengan penangkapan tiga terduga teroris yang melibatkan satu anggota MUI, mari jangan berpikir bahwa MUI perlu dibubarkan, jangan pula mengatakan bahwa pemerintah via (melalui) Densus 88 menyerang MUI," ujarnya.
Mahfud menambahkan, tertangkapnya terduga teroris harus ditempatkan secara proporsional. Bukan berarti jika orang yang ditangkap itu aktif di MUI kemudian MUI harus langsung dibubarkan.
Ia menegaskan, teroris bisa ditangkap di mana saja seperti di mall, rumah, masjid, dan lain sebagainya. Dia juga mendorong agar proses hukum bisa berjalan secara terbuka.
"Kalau aparat diam dan terjadi sesuatu, bisa dituding kecolongan. Nanti akan ada proses hukum dan pembuktian secara terbuka terkait terduga teroris ini," katanya.