Senin 22 Nov 2021 22:22 WIB

Masih Ada yang Salah Memahami Wisata Halal

Wisata halal atau halal tourism tidak berarti mengubah suatu destinasi menjadi halal.

Rep: Novita Intan, Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Foto udara pembangunan masjid terapung di Pantai Carocok, Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Selasa (22/12/2020). Pemkab Pesisir Selatan membangun masjid terapung di objek wisata Pantai Carocok dengan biaya Rp27,5 miliar sebagai upaya mewujudkan pariwisata halal dan ikon baru di kabupaten itu.
Foto:

Dalam menjalankan wisata halal, Priyadi menilai tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, utamanya yang berhubungan dengan kearifan lokal atau daerah. Hal ini mengingat prinsip wisata halal, yaitu mengakomodasi kebutuhan pelancong Muslim.

"Kebutuhan Muslim itu apa? Makanan yang halal, shalat atau beribadah. Maka itu, hal ini harus difasilitasi. Ini tidak ada menabrak kearifan lokal," lanjutnya.

Ia pun mencontohkan Bali, dimana mayoritas masyarakat yang tinggal di sana beragama Hindu. Meski demikian, setiap umat beragama saling menghormati dan berupaya memenuhi kebutuhan sesuai agamanya. 

Dalam suatu paket wisata halal yang disediakan oleh pelaku perjalanan ke wilayah manapun, hal ini berarti sudah tersedia makanan halal, serta mengarahkan lokasi masjid terdekat.

Priyadi juga menyebut prospek wisata halal, sebagai bagian dari perjalanan wisata, akan selalu bagus. Namun, di tengah pandemi Covid-19, hal ini terkendala oleh kebijakan dan pembatasan yang ada.

"Saya setuju peningkatan Covid-19 perlu diwaspadai, namun di sisi lain tolong dipikirkan juga pelaku wisata yang sudah dua tahun terpuruk. Ini saling kontradiksi," ucap dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement