Rabu 24 Nov 2021 03:11 WIB

Standar Ganda Eropa terhadap Jilbab

jilbab telah menjadi topik di Eropa.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Gadis-gadis Muslimah berjilbab, anggun dan salehah. (ilustrasi)
Foto:

Pekan Mode Milan juga memperlihatkan para model mengikat syal sutra dengan gaya klasik yang sama seperti para tetua Arab, dan Louis Vuitton merasa cukup berani untuk membuat keffiyeh yang cantik, simbol perlawanan Palestina sejak lama.

"Ini menjadi preseden dan mengaburkan batas antara representasi dan eksploitasi, budaya dan komoditas. Jilbab, tampaknya, hanya berlaku ketika mereka dimasukkan ke dalam definisi kebebasan Barat, yang sebagian besar patriarkal," katanya.

"Sekularisme menjadi kata kunci yang seksi di Eropa Barat pada awal abad ke-20, ketika agama dihapus dari sektor publik karena sifatnya yang dianggap kuno dan tidak logis. Mengingat sejarahnya yang penuh gejolak, Eropa yang meninggalkan dogma agama demi hukum sipil," tambah Abdou.

Negara seperti Turki sangat blak-blakan, sebagai negara yang terjebak di antara gigi Asia dan Eropa, terkait keputusan ECJ. Para menteri kabinet di Turki mengkritik keputusan ECJ baru-baru ini sebagai sentimen formal yang memberikan legitimasi kepada rasisme dengan memberikan pukulan terakhir terhadap hak-hak perempuan Muslim.

Ibrahim Kalin, juru bicara Recep Tayyip Erdoğan, presiden Turki, bersikeras bahwa keputusan ini adalah penghinaan terhadap Islamofobia. "Apakah konsep kebebasan beragama sekarang mengecualikan Muslim?," katanya mempertanyakan.

Karena itu, menurut Abdou, kini jilbab telah menjadi hambatan yang memecah belah bagi integrasi Muslim ke Eropa. Bahkan jika Muslim yang dimaksud sebenarnya adalah orang Eropa sendiri. Ketika sebagian besar kehebohan muncul dari para pejabat yang condong ke sayap kanan, kaum kiri Eropa telah menggunakan solusi yang sama berbahayanya, yaitu tokenisme.

Ketika seseorang tidak lagi nyaman dengan narasi yang diceritakan, maka ia kembali menjadi dibuang dan tidak terlihat. Dan ini adalah konsekuensi dari tokenisme, atau penyertaan budaya yang dangkal. Ini adalah perubahan nilai nominal dalam sebuah industri, di mana perusahaan akan mempekerjakan karyawan minoritas "token" dan menggunakan kehadiran mereka untuk memberikan kepercayaan pada keragaman yang mereka duga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement