IHRAM.CO.ID, YERUSALEM -- Petani Palestina mengalami krisis iklim yang berkepanjangan menyebabkan penghasilan mereka mengalami banyak penurunan bahkan kerugian. Padahal tidak sedikit dari mereka hanya mengandalkan lahan pertaniannya sebagai sumber pencaharian.
Ahmed Abu Saeed adalah salah satu petani yang memiliki 1,5 hektar tanah yang ditanami pohon persik, prem dan almond. Tetapi tahun ini, ia tidak bisa panen karena kekurangan air.
"Lima tahun lalu, pohon plum ini biasa menghasilkan sekitar 300 kilogram buah dalam satu musim, tapi tahun ini, semua tanah saya menghasilkan kurang dari 50 kilogram buah karena kenaikan suhu, kurangnya hujan, dan perang 11 hari Israel," kata Abu Saeed (46) dilansir dari Middle East Eye, Senin (29/11).
Abu Saeed adalah salah satu dari banyak petani di Jalur Gaza yang terkepung yang telah menyaksikan bagaimana pertanian di daerah kantong Palestina telah menderita dalam beberapa tahun terakhir, karena efek gabungan dari perubahan iklim dan dampak pendudukan Israel. Panen yang sedikit telah membuat hidup lebih genting bagi pekerja pertanian yang sudah berjuang di wilayah miskin. Mereka pun diselimuti kekhawatiran bahwa situasinya hanya akan bertambah buruk.
"Hujan dan dingin sangat penting untuk tanaman saya, yang berbunga di musim semi. Pada bulan Maret tahun ini, angin musim panas datang dan merusak sebagian besar bunga. Begitu saya melihat itu, saya tahu bahwa saya akan kalah musim ini,” jelas Abu Saeed.
Beberapa tanaman menjadi jauh lebih sulit untuk dibudidayakan di Gaza selama bertahun-tahun karena perubahan iklim. Hal ini menyebabkan beberapa petani meninggalkan buah prem, persik dan almond dan menggantinya dengan buah dan sayuran lain yang lebih tahan terhadap perubahan kondisi cuaca.