IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Perang Manzikert mungkin tidak akan terjadi kalau pihak Romawi Timur (Bizantium) tidak mengusik wilayah Bani Seljuk, khususnya Armenia. Pada 1071 M, Kaisar Romanus IV berusaha merebut kembali negeri di kaki Pegunungan Kaukasus itu.
Padahal, Bizantium masih terikat perjanjian damai yang ditandatangani dua tahun sebelumnya dengan kerajaan Muslim tersebut. Waktu itu, sang pemimpin Dinasti Seljuk, Sultan Alib Arselan atau Alp Arslan, sedang sibuk menggempur Daulah Fathimiyah di Syam.
Kabar yang datang dari Armenia tentu saja mengganggu konsentrasinya. Untuk mencegah pergerakan Bizantium lebih lanjut, sosok keturunan Turki Oghuz itu memimpin pasukannya ke utara. Di barat Armenia, ia hendak mencegat balatentara Romanus.
Kedua belah pihak bertemu di Lembah Man zikert. Secara jumlah, pasukan Romawi lebih banyak daripada Muslimin. Karena itu, sang kaisar dengan angkuh menolak opsi perundingan damai yang ditawarkan Alp Arslan.
Pada Jumat pagi, tanggal 25 Agustus 1071. Manzikert akan menjadi gelanggang perang. Alp Arslan sempat merasa gelisah. Tidak pernah disangkanya, Seljuk akan melawan Bizantium dengan kekuatan seadanya. Sebab, segala persiapan yang telah disusunnya selama ini hanya untuk menghadapi Bani Fathimiyah, bukan yang lain.