IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Haji dan Umroh merupakan ibadah spesial yang haru diperhatikan larangan-larangannya untuk mendapatkan kesempurnaah ibadah tersebut. Jangan pernah mengabaikan apa yang telah ditetapkan syariat jika ingin ibadah haji atau umrohnya sempurna.
"Banyak jamaah haji yang sudah memulai ihram namun sama sekali tidak menyadari bahwa mereka sedang terlibat dalam satu ibadah yang mengharuskan mereka menghindari segala yang diharamkan oleh Allah," Syekh Nashiruddin Al-Albanani dalam bukunya "Haji Nabi Muhammad SAW".
Keharaman yang perlur dihindari adalah keharaman khusus bagi mereka yang berihram atau keharaman umum bagi seluruh kaum muslimin. Keharaman inilah yang jarang disadari jamaah sehingga haji tidak membawa perubahan kepada yang melakukannya.
"Demikianlah kita saksikan mereka menunaikan haji dan selesai menunaikannya tetap tidak ada perubahan sama sekali pada diri mereka termasuk dalam berbagai perilaku menyimpang yang bisa mereka lakukan sebelum haji," katanya.
Hal itu kata dia, menunjukkan bahwa haji mereka belum sempurna, kalau kita tidak mengatakan tidak diterima! Oleh sebab itu setiap jamaah haji hendaklah mengingatnya.
"Hendaknya ia berusaha sekuat tenaga agar tidak terjerumus dalam perbuatan fasik dan maksiat yang diharamkan oleh Allah SWT," katanya.
Karena Allah dalam surat Albaqarah ayat 197.
"(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji."
Rasulullah SAW juga bersabda.
"Siapa yang berhaji, lantas tidak berbuat rofats atau fasik, maka seluruh dosanya diampuni sehingga seperti di hari ia dilahirkan oleh ibunya." (HT. Bukhari dan Muslim).
Arti kata Rofats dalah bersetubuh. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah menandaskan, larangan-larangan yang dapat merusak haji hanyalah yang sejenis Rofats. Oleh sebab itu Allah membedakan rofats dari berbagai bentuk kefasikan lain.
Adapun larangan-larangan lain seperti mengenakan pakaian berjahit dan memakai minyak wangi, meskipun pelakunya berdosa, tetapi hajinya tidak rusak. Demikian pendapat salah seorang Imam terkemuka.
Di akhir ulasannya, Ibnu Taimiyah menyinggung bahwa sebagian ulama ada yang berpendapat haji itu bisa rusak karena maksiat yang dilakukan oleh orang yang berhaji. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Imam Ibnu Hazm rahmattualaih yang menyatakan.
"Siapa saja yang sengaja berbuat maksiat, apapun bentuk maksiat tersebut, sementara ia masih ingat bahwa ia sedang berhaji semenjak yang berihram hingga selesai thawaf ifadhoh, lalu melempar jumrah maka hajinya ...".
Beliau berpendapat demikian berdasarkan ayat terdahulu. Yang diambil dari kitab beliau Al muhalla VII: 186, karena pembahasannya cukup penting dan berdasarkan ulasan di atas, menjadi jelas bahwa kemaksiatan yang dilakukan orang berhaji bisa merusak hajinya.
Hal itu seperti pendapat Ibnu Hazm, atau bisa juga sekedar berdosa, namun berbeda dengan dosa yang dilakukan diluar aja. Dosa tersebut menjadi jauh lebih berat bila dilakukan waktu haji, karena akibat yang ditimbulkan adalah orang tersebut tidak akan pulang ke rumah dalam keadaan terapung segala dosa seperti ketika baru dilahirkan oleh ibunya, sebagaimana disebutkan secara tegas dalam hadits terdahulu.
Dengan demikian ia mengalami kerugian yang sama yang sangat besar seperti apabila ia kehilangan hajinya karena tidak berhasil mendapatkan pahalanya tersebut yakni berupa ampunan dari Allah. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Bila hal itu sudah jelas, Syaikh Nashirudin mengingatkan tentang sebagian bentuk maksiat yang banyak dilakukan kaum muslimin. Setelah berihram untuk Haji mereka tidak juga menyadari bahwa seharusnya mereka meninggalkan semua perbuatan maksiat itu.
"Disebabkan ketidaktahuan mereka juga Karena keteledoran yang mereka sekadar berteriak taqlid kepada nenek moyang mereka saja," katanya.