Selasa 07 Dec 2021 21:21 WIB

Mengenal Qanat, Sistem Pengaliran Air Timur Tengah

Kondisi air yang langka, memaksa para insinyur memutar otak untuk menyiasati.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agung Sasongko
Sistem qanat di Iran
Foto:

Dalam salah satu catatan awal pembangunan qanat yang ditemukan di Asyur pada abad 8 SM, tercatat bahwa Raja Asiria Sargon II, saat melakukan kampanye militer di Persia, melaporkan adanya sistem air bawah tanah di dekat Danau Urmia. Putra Sargon, Senna cherib, yang memerintah pada abad ke tujuh SM, mengadopsi teknik Persia untuk membangun karez di dekat ibu kotanya, Nineveh, dan juga di Kota Arbela.

Pada 525 SM, Akhemeni Persia menaklukkan Mesir. Tak lama setelahnya, Raja Persia, Darius I meminta penjelajah Yunani, Carian Scylax dari Caryanda untuk membangun karez (qanat) dengan panjang 160 kilometer dari Lembah Nil melalui Gurun Libya ke Kharga Oasis.

Saat itu, jalur ini merupakan salah satu jalur utama perdagangan kafilah yang dikenal sebagai darb al-arba'in (jalur empat puluh hari). Melalui perdagangan dan penaklukan wilayah inilah teknologi qanat semakin cepat dan terus meluas, baik di timur maupun barat.

Pada 1968, HE Wulff dari Scientific Ame ri can mencatat, sisa-sisa qanat masih ber oprasi. Dia berspekulasi, terobosan ini men jadi alasan atas keramahan warga Mesir ke pada Persia yang saat itu menjajah, serta mem beri gelar Fir'aun kepada Darius.

Qanat juga dikembangkan para insinyur Romawi di tanah jajahan, salah satunya di Yordania. Kala itu, Romawi membangun te rowongan air bawah tanah yang dinobatkan sebagai qanat terpanjang, yakni 170 kilometer.

Di Afrika Utara, qanat pertama kali dikenalkan pada paruh kedua Masehi. Di sana pa ra arkeolog melacak migrasi teknologi dari Mesir ke wilayah Fezzan di barat daya Libya, dan menyebar ke arah timur melintasi Sahara, yang saat ini disebut Aljazair dan Maroko.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement