IHRAM.CO.ID,SRINAGAR -- Masjid Jamia yang kokoh berdiri di jantung Srinagar telah ditutup selama dua tahun, sejak pemerintah mencabut status istimewa Kashmir. Penutupan masjid menandai bahwa pemerintah India telah membatasi kebebasan beragama.
Masjid Jamia atau masjid agung Srinagar dapat menampung hingga 33 ribu jamaah. Meski memiliki kapasitas besar, jamaah masjid dapat membludak hingga ke jalan ketika shalat Jumat maupun sholat eid.
Kini, Masjid Jamia yang berusia 600 tahun itu, telah dibuka lagi. Pihak berwenang mengizinkan masjid tetap buka setiap hari.
Bagi umat Islam di Kashmir, penutupan masjid membawa kenangan menyakitkan di masa lalu. Pada 1819, penguasa Sikh menutup masjid selama 21 tahun. Kemudian selama 15 tahun terakhir, pemerintah India telah memberlakukan larangan bagi umat Islam untuk beribadah di masjid secara berkala.
Umat Muslim Kashmir tidak hanya menggunakan masjid sebagai tempat untuk beribadah. Bagi mereka, masjid juga berfungsi sebagai wadah untuk menyuarakan hak-hak politik.
“Ini adalah masjid pusat tempat nenek moyang, ulama, dan guru spiritual kita telah berdoa dan bermeditasi selama berabad-abad,” kata Altaf Ahmad Bhat, salah satu pejabat di masjid agung.
Bhat menambahkan bahwa, diskusi tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi umat Islam adalah fungsi keagamaan inti dari setiap masjid agung. Penutupan masjid semakin memperdalam kemarahan umat Muslim terhadap pemerintah India yang didominasi oleh Hindu nasionalis.
Salah satu jamaah masjid, Bashir Ahmed (65 tahun) mengatakan, ketika masjid ditutup dia merasa hampa, karena tidak bisa beribadah di masjid lagi.
“Ada perasaan yang terus-menerus muncul bahwa, ada sesuatu yang hilang dalam hidup saya,” ujar Ahmed, yang merupakan seorang pensiunan pegawai pemerintah.
Pihak berwenang India menilai masjid tersebut sebagai pusat masalah untuk aksi protes dan bentrokan, yang menentang kedaulatan India atas wilayah Kashmir yang disengketakan.
Pihak berwenang India menolak untuk mengomentari pembatasan masjid. Di masa lalu, para pejabat pemerintah terpaksa menutup masjid karena pengurusnya tidak dapat menghentikan aksi protes anti-India.
Puluhan ribu warga sipil berulang kali turun ke jalan untuk memprotes pemerintahan India. Aksi protes kerap menyebabkan bentrokan mematikan antara penduduk sipil, dan pasukan India. Masjid agung dan daerah sekitarnya di jantung Srinagar menjadi pusat aksi protes.
Khutbah di Masjid Jamia sering membahas konflik yang telah lama memanas. Imam Masjid Jamia dan salah satu pemimpin separatis terkemuka, Mirwaiz Umar Farooq, kerap memberikan pidato berapi-api yang menyoroti perjuangan politik Kashmir.
Pihak berwenang sering membatasi, bahka melarang shalat di masjid untuk waktu yang lama. Menurut data resmi, masjid ditutup setidaknya selama 250 hari pada 2008, 2010 dan 2016.
Konflik bersenjata kembali meningkat setelah Perdana Menteri Narendra Modi yang berkuasa pada 2014, kembali terpilih pada 2019. Pemerintah nasionalis Hindu dengan Partai Bharatiya Janata yang berkuasa, telah memperkuat pendirian terhadap separatis Pakistan dan Kashmir di tengah meningkatnya serangan oleh kelompok keras Hindu. Hal ini semakin memperdalam frustrasi di kalangan Muslim Kashmir.
Kebebasan beragama diatur dalam konstitusi India, yang memungkinkan warga negara untuk mengikuti dan mempraktekkan agama secara bebas. Konstitusi juga mengatakan, India tidak akan mendiskriminasi, menggurui, atau mencampuri profesi agama apa pun.
Para ahli mengatakan, kondisi Muslim India di bawah Modi telah memburuk. Di Kashmir, tindakan keras terhadap Masjid Jamia yang paling dihormati telah memperburuk ketakutan tersebut.
“Masjid Jamia mewakili jiwa iman Muslim Kashmir dan tetap menjadi pusat tuntutan hak-hak sosial dan politik sejak didirikan sekitar enam abad yang lalu,” kata seorang penyair dan sejarawan, Zareef Ahmed.
Ahmed mengatakan, dia belum pernah melihat masjid ditutup dan sepi untuk jangka waktu yang lama. Selama masjid ditutup, kebebasan beragama umat Muslim Kashmir telah dirampas dan mereka mengalami penderitaan spiritual.
“Saya merasa dirampas. Kami telah mengalami penderitaan spiritual yang ekstrem," ujar Ahmed.
Muslim Kashmir mengatakan, New Delhi telah mengekang kebebasan beragama dengan dalih hukum dan ketertiban. Di sisi lain, pemerintah India mempromosikan ziarah tahunan Hindu ke gua es Himalaya, yang dikunjungi oleh ratusan ribu umat Hindu dari seluruh India. Ziarah Amarnath berlangsung selama hampir dua bulan. Namun dua tahun terakhir ziarah telah ditutup karena pandemi Covid-19.