Sebagian ulama juga mengutip hadits ini sebagai dalil bahwa orang yang melaksanakan shalat sunnah ketika iqamah harus mempersingkat shalat itu.
Al-Hafizh al-Iraqi berkata, “Kata-katanya 'tidak ada shalat' dapat diartikan bahwa ia tidak boleh memulai shalat sunnah dalam hal itu; atau dapat diartikan bahwa ia tidak boleh terganggu oleh shalat sunnah , dan jika ia telah memulainya sebelum iqamah maka ia harus berhenti sehingga ia dapat mengejar takbir imam, atau bahwa itu tidak sah dengan sendirinya bahkan jika jamaah tidak berhenti.
Syekh Abu Hamid, salah seorang ulama Syafi`i, mengatakan bahwa lebih baik menghentikan shalat sunnah jika menyelesaikannya berarti ia akan melewatkan takbir pertama imam. (Kata-kata al-Iraqi dikutip oleh Ash- Shawkani dalam Nayl al-Awtar , 3/91).
Hal ini juga tertuang dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Fatwa, ketika ditanya apakah boleh mempersingkat shalat sunnah dan ikut takbir pertama dengan imam, atau menyelesaikan shalat sunnah, mereka menjawab, ya, jika iqamah untuk shalat wajib berkumandang, maka jamaah harus mempersingkat shalat sunnah agar dapat bergabung dengan takbir pertama dengan imam, sesuai hadits teratas.