Senin 10 Jan 2022 17:17 WIB

Kamp Pengungsi Rohingya Terbakar Lagi

Kebakaran kembali melanda kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh

Rep: Rizky Jaramaya/AP/Reuters/ Red: Agung Sasongko
ARSIP - Pengungsi anak-anak Muslim Rohingya, yang menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh, menunggu berdesak-desakan untuk menerima bantuan makanan yang dibagikan kepada anak-anak dan perempuan oleh badan bantuan Turki di kamp pengungsi Thaingkhali, Bangladesh pada 21 Oktober 2017. Pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi adalah putri pahlawan kemerdekaan negara itu, Jenderal Aung San, yang dibunuh pada tahun 1947, kurang dari enam bulan sebelum negara itu, yang saat itu bernama Burma, merdeka dari Inggris. Suu Kyi pindah ke New Delhi pada tahun 1960 ketika ibunya ditunjuk sebagai duta besar untuk India dan kemudian menghabiskan sebagian besar masa dewasa mudanya di Amerika Serikat dan Inggris. Karirnya di dunia politik dimulai pada tahun 1988.
Foto:

Pada Maret 2021, kebakaran hebat melanda kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh selatan. Kebakaran ini menewaskan 15 pengungsi Rohingya dan menghancurkan lebih dari 10 ribu gubuk penampungan. 

Ketika itu, kebakaran di kamp Balukhali di distrik Cox's Bazar terjadi pada sore hari dan menyebar dengan cepat melalui empat blok. Empat unit petugas pemadam kebakaran berjuang untuk mengendalikan api karena penyebarannya yang sangat cepat.

Bangladesh telah menjadi tempat pelarian bagi lebih dari satu juta Muslim Rohingya. Menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi dan organisasi kemanusiaan, Save the Children, jumlah pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp pengungsian di Cox's Bazar berkisar antara 800 ribu hingga lebih dari 900 ribu orang. 

Sebagian besar pengungsi telah melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar. Pada  2016 dan 2017, militer Myanmar meluncurkan kampanye pembunuhan dan pembakaran brutal, yang memaksa lebih dari 740 ribu minoritas Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.  

Operasi penumpasan militer di Myanmar pada 2017 disebut memiliki niat tindakan genosida. Kasus genosida ini dibawa ke pengadilan di Mahkamah Internasional.  Myanmar membantah tuduhan genosida tersebut. Myanmar berdalih operasi militer adalah tindakan kontra-terorisme yang sah. Pada 2019, PBB mengatakan, militer masih melanjutkan tindakan pelanggaran berat hak asasi manusia di beberapa negara bagian seperti Rakhine, Chin, Shan, Kachin dan Karen yang menampung etnis minoritas.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement