IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengagendakan penyelenggaraan umroh di masa pandemi Covid-19 dengan sistem satu pintu atau One Gate Policy. Sementara anggota Komisi VIII DPR RI mengusulkan agar sistem satu pintu ini tidak hanya terpusat di Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj menyarankan jalan tengah penyelenggaraan umrah dengan sistem satu pintu. Dia menjelaskan, umroh dalam situasi pandemi Covid-19 menggunakan sistem satu pintu. Tujuannya untuk memudahkan pengawasan, koordinasi dan memastikan protokol kesehatan berjalan dengan optimal.
Ia menerangkan, tentu ada konsekuensi dari penyelenggaraan umrah dengan sistem satu pintu ini. Yaitu jamaah umroh yang berasal dari luar Pulau Jawa akan bertambah biaya umrohnya.
"Ini saya kira konsekuensi yang perlu menjadi pertimbangan, bagi mereka yang dari luar Pulau Jawa akan memakan biaya tambahan apalagi kalau menggunakan transportasi udara," kata Mustolih kepada Republika, Kamis (13/1/2022).
Ia menerangkan, kalau umroh dengan sistem satu pintu ini dibuka di beberapa titik lokasi, artinya tidak hanya di Jakarta, maka harus siap segalanya termasuk pengawasannya. Terkait hal ini Komnas Haji dan Umroh memberi saran, agar umrah dengan sistem satu pintu dibuka di tiga wilayah Indonesia. Yakni di Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Supaya tidak terlalu banyak titik yang harus dipantau dan diawasi.
"Saya lebih cenderung ambil jalan tengah, jadi (umroh dengan sistem satu pintu) dibuka tidak hanya di Jakarta, tapi tidak terlalu banyak, di tiga zona," ujarnya.
Namun, Komnas Haji dan Umroh mengingatkan, untuk membuka sistem satu pintu di daerah lain, tentu membutuhkan kesiapan. Seperti kesiapan asrama haji atau hotel untuk menampung atau mengkarantina jamaah umroh sebelum keberangkatan dan setelah pulang umroh. Tentu kalau di hotel, akan ada persoalan yaitu biaya lebih mahal.
Mustolih mengatakan, kalau menggunakan asrama haji, maka asrama haji itu harus betul-betul siap dari berbagai aspeknya. Sarana dan prasarananya harus memenuhi syarat untuk menerapkan protokol kesehatan. Koordinasi dengan berbagai pihak termasuk Satgas Covid-19 juga harus lancar dan baik.
"Pastikan, apakah tempatnya representatif atau tidak untuk karantina sebelum berangkat umroh maupun setelah pulang umroh, karena harus dikelola secara baik dan dirancang lebih komprehensif," jelasnya.
Selain itu, Komnas Haji dan Umroh menyoroti volume atau jumlah jamaah umroh Indonesia. Menurutnya, jumlah jamaah umrah yang keluar dan masuk Indonesia masih bisa diatur. Sehingga bisa dibuat jadwal melalui Sistem Komputerisasi Terpadu Umroh dan Haji (Siskopatuh).
"Ini saya kira perlu koordinasi antara jamaah umroh, asosiasi PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) dan Kementerian Agama sebagai pemegang Siskopatuh dan penerbangan, sehingga (keluar masuk jamaah umrah) harus konstan," kata Mustolih.
Ia menegaskan, kalau soal kerumunan, tetap bisa terjadi meski umroh dengan sistem satu pintu dibuka di berbagai titik. Kalau jumlah jamaah umrah yang keluar dan masuk Indonesia tidak diatur dengan baik.
"Yang terpenting, titik tekan saya kepada keadilan akses jamaah umrah yang berasal dari luar Pulau Jawa, ini kasihan mereka dan terlalu lelah perjalanannya, dan ada ongkos tambahan yang signifikan," ujarnya.
Mustolih menegaskan, tapi tidak semua asrama haji bisa digunakan untuk penyelenggaraan umroh dengan sistem satu pintu, paling tidak ada tiga asrama haji untuk sistem satu pintu ini. Syaratnya tiga asrama haji yang dipilih itu memenuhi syarat untuk menerapkan protokol kesehatan sebelum berangkat umroh dan setelah umroh.
Sebelumnya, Anggota Komisi VIII DPR RI, Muhammad Ali Ridho menyampaikan masukan terkait sistem satu pintu atau One Gate Policy yang diagendakan Kementerian Agama (Kemenag) untuk keberangkatan umroh. Ia berharap sistem ini tidak hanya berpusat di Jakarta.
"Saya mendukung one gate policy. Tapi, saya mengusulkan agar ini bisa dilakukan di beberapa daerah," kata dia dalam rapat kerja (raker) bersama Kemenag, Kamis (13/1/2022).
Ia menilai, jika hal ini dilakukan terpusat di Jakarta saja, nantinya akan ada keramaian yang perlu dihindari. Kondisi di Asrama Haji Pondok Gede akan menimbulkan penumpukan, baik jamaah yang datang maupun yang mau berangkat.
Anggota dari Fraksi Partai Golkar ini juga mempertanyakan keefektifan dari sistem tersebut. Jika jamaah dikumpulkan terlebih dulu di asrama haji Jakarta, sementara ia berasal dari luar kota, apakah bagasi milik jamaah juga ikut transit di asrama haji.
"Saya tidak membayangkan, kalau dikumpulkan di asrama haji Jakarta, termasuk bagasinya apakah juga ikut ke asrama haji? Ini mohon dipertimbangkan," ujarnya.
Ali Ridho menyebut ia mendukung sistem dari titik terpusat ini. Namun, ia meminta agar Kemenag mempertimbangkan untuk membuka opsi lain di luar Jakarta, untuk menghindari penumpukan jamaah.