Rabu 16 Feb 2022 19:30 WIB

Ath-Thabari, Hidup dan Karyanya (II-Habis)

Semasa hidupnya, ath-Thabari dikenal sebagai seorang yang haus akan ilmu pengetahuan.

Ilustrasi. Semasa hidupnya, ath-Thabari dikenal sebagai seorang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Foto:

Akhirnya, aku katakan kepadanya, 'Aku tidak bisa bicara karena hari ini tidak akan membica ra kan masalah 'arudh sedikit pun. Maka datanglah be sok dan temui saja aku.' Kemudian, aku memin jam sebuah kitab 'arudh karya Khalil Ahmad dari seseorang. Malam itu, aku pelajari kitab tersebut dan pagi harinya aku telah menjadi seorang ahli 'arudh.

Mengenai kecerdasan yang dimiliki Imam ath- Thabari itu Ibnu Atsir berkata, Abu Ja'far orang yang paling tsiqat (terpercaya) dalam mengungkap sejarah. Di dalam tafsirnya sarat dengan ilmu dan legalitasnya. Sementara Imam adz-Dzahabi berkata, Dia orang yang hafiz, jujur, imamnya para mufasir, fuqaha, baik ketika mufakat maupun ikhtilaf, pakar sejarah dan mengetahui qira'at serta ilmu tata bahasa.

Maka begitu menapaki usia akil baligh, tidak ada fokus yang diambil ath-Thabari kecuali untuk menempuh perjalanan intelektual. Muhammad az-Zuhaili dalam sebuah biografi tentangnya berkata, Berdasarkan riwayat-riwayat yang dapat dipercaya, sesungguhnya semua waktu Abu Ja'far ath-Thabari telah dikhususkan untuk ilmu dan mencari ilmu. Ia bersusah payah menempuh perjalanan jauh untuk menuntut ilmu sampai masa mudanya dihabiskan untuk ber pindah dari satu tempat ke tempat lain. Ia tidak tinggal menetap kecuali setelah usianya mencapai antara 35-40 tahun.

Karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, seluruh harta benda miliknya ia habiskan untuk menempuh perjalanan jauh dalam musafir menimba ilmu, menyalin dan membeli kitab. Untuk membiayai semua perjalanannya, pada awalnya ath-Thabari bertumpu pada harta milik ayahnya. Sesudah bapaknya itu berpulang ke rahmatullah, dirinya sempat mengalami kesulitan finansial. Beberapa waktu lamanya mengandalkan harta warisan dari almarhum, hingga akhirnya karya-karyanya bisa menjadi sumber penghasilan baginya.

Tatkala sudah kenyang menjalani hidup dengan melakukan perjalanan mencari ilmu, ath-Thabari memutuskan untuk tinggal menetap di Baghdad. Ia menghabiskan sisa usianya untuk menulis dan mengajarkan ilmu kepada kaum Muslimin. Sebagai seorang alim yang penulis, dirinya sangat pro lifik. Abdullah bin Hamad al-Farghani, dalam buku As-Shilat menuturkan kisah berikut.

Beberapa waktu setelah ath-Thabari wafat, sejumlah muridnya ber upaya mengumpulkan naskah-naskah karyanya. Lan tas, mereka ingin membagi jumlah halaman naskah-naskah itu berdasarkan hari semasa hayatnya sang guru. Dari upaya itu, muncul fakta yang mencengangkan. Ath-Thabari diketahui menulis setiap hari sedikitnya 14 halaman. Apabila dihitung-hitung, sang mufasir lahir pada tahun 224 H. Dirinya meninggal dunia pada 310 H.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement