IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menggelar diskusi kelompok terfokus atau FGD membahas sejumlah aturan yang dicabut oleh Pemerintah Arab Saudi. Kegiatan ini dilakukan bersama BNPB/Stagas Covid-19, Kementerian Kesehatan dan Persatuan Hotel dan Restoran Seluruh Indonesia.
Kerajaan Saudi diketahui mencabut sejumlah aturan yang selama ini diberlakukan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. Beberapa aturan yang dihapus adalah keharusan PCR dan karantina setiap kedatangan di negara tersebut.
Kebijakan yang diambil Saudi dipastikan akan berdampak pada teknis penyelenggaraan umrah dan haji. Maka, FGD bertajuk “Mitigasi Risiko Permasalahan pada PPIU: Evaluasi Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah di Masa Pandemi Covid-19” ini digelar dengan sejumlah pembahasan, utamanya vaksinasi jamaah.
"Pelaksanaan vaksin lengkap kepada jamaah Indonesia tetap harus diterapkan. Karena vaksin lengkap masih menjadi persyaratan pemberangkatan ke Arab Saudi. Walaupun circular GACA dilonggarkan, kemungkinan Arab Saudi nantinya akan lebih teliti dengan melihat status vaksin yang ada," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief dalam keterangan yang didapat Republika, Selasa (8/3/2022).
Perubahan kebijakan dari Arab Saudi disebut perlu ditindaklanjuti dengan pola teknis penyelenggaraan ibadah umrah dan haji ke depan. Selain itu, regulasi Satgas Penanganan Covid-19 Indonesia juga perlu dilonggarkan terkait dengan waktu karantina kepulangan bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri.
Oleh karenanya, perencanaan ke depan disampaikan juga harus berbasis pada sejumlah catatan evaluasi dan perubahan kebijakan terkini, khususnya dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi. Hilman mencatat, selama pandemi ini, ada sejumlah catatan evaluasi yang perlu menjadi perhatian. Salah satu yang menjadi perhatian adalah positivity rate jamaah umrah yang mencapai 35 persen.
Ia menilai, untuk hal ini perlu pertimbangan Kementerian Kesehatan, BNPB dan lembaga terkait lainnya dalam membuat rumusan kebijakan ke depan. Hilman juga menyoroti kasus sejumlah jamaah umroh yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
“Pada penyelenggaraan umroh Maret ini, kita harus melakukan strategi mendalam untuk menekan angka jamaah yang positif. Karena angkanya cukup tinggi," ujarnya.
Hilman lantas berharap evaluasi dan analisis data dilakukan secara berkelanjutan. Menurutnya, perlindungan jamaah, penurunan angka positif saat kepulangan, serta evaluasi terhadap sejumlah masalah di lapangan akan menjadi fokus utama dalam melakukan mitigasi kebijakan umroh selanjutnya.