IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama saling berselisih pendapat mengenai permasalahan hukum akikah. Ada ulama yang menetapkannya sunnah, ada pula kalangan ulama yang menetapkannya wajib.
Dr. dr. Imam Rasjidi, SpOG (K). Onk dalam buku Panduan Kehamilan Muslimah menjelaskan bahwa ada juga ulama, seperti Sayyid Sabiq, yang menetapkan hukum akikah sebagai sunnah muakadah walaupun seorang ayah dalam kondisi sulit.
Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW, "Seorang anak tergadai dengan akikah yang harus disembelih pada hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur rambutnya," (HR Tirmidzi).
Sedangkan ulama yang mewajibkan penyembelihan akikah antara lain Imam Laits, Hasan Basri, dan pendukung Madzhab Zahiri. Pendapat mereka didasarkan pada hadis Sumurah.
Dari Sumurah bin Jundub bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak (yang lahir) itu digadaikan dengan akikahnya, disembelihkan akikah baginya pada hari ketujuh, dicukur (rambutnya), dan diberi nama," (HR Abu Dawud).
Adapun pendapat yang kuat dari dua pendapat di atas adalah pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama. Yakni yang mengatakan bahwa akikah itu hukumnya sunnah muakadah.
Di sisi lain perihal akikah, jika seorang bayi meninggal sebelum hari ketujuh kelahiran atau tepat di hari ketujuh, maka tetap diwajibkan bagi orang yang menanggung nafkahnya untuk menyembelih hewan akikah di hari ketujuh. Kematiannya sebelum hari itu tidak menggugurkan kewajibannya untuk menyembelih hewan akikah, alasannya adalah karena kelahiran merupakan sebuah sebab diperintahkannya akikah.