Imam Shamsi mencoba menelusuri beberapa kitab rujukan, mencari pendapat pada ulama. Dia pun menemukan beberapa penjelasan yang disampaikan oleh para Ulama kita.
Satu di antaranya adalah Imam an-Nawawi misalnya berkata, “ganjaran haji mabrur itu bukan sekedar menghapuskan dosa. Pemahaman paling benar adalah bahwa Haji mabrur itu adalah Haji yang tidak dicampuri dengan dosa. Kata ini diambil dari “Al-birr” yang artinya kebaikan”. (Jalaluddin As-Suyuthi, syarha Sunan An-Nasa’i).
Pernyataan An-Nawawi maupun pernyataan para ulama lainnya sekadar menyampaikan penekanan tentang pahala haji mabrur. Tapi tidak memberikan definisi khusus tentang haji mabrur itu. Mereka menekankan bahwa haji mabrur adalah Haji yang telah dilaksanakan secara sempurna sesuai tuntunan Alquran dan as-Sunnah.
"Saya lebih tertarik sebenarnya untuk menyampaikan dua hadits yang justru lebih mu’tabar (menjadi rujukan) sebagai rujukan untuk mendefenisikan haji mabrur ini,"jelas dia.
Pertama, diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwa Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang sahabat: “apa haji mabrur itu wahai Rasulullah? Beliau menjawa: اطعام الطعام وطيب الكلام (memberi makan dan berbicara yang baik).
Kedua, habits Imam Ahmad dalam musnadnya: “para sahabat bertanya: apa haji mabrur wahai Rasulullah? Beliau menjawab: اطعام الطعام وافشاء السلام (memberi makan dan menyebarkan salam).
Dari dua hadits di atas, Rasulullah seolah mendefenisikan tentang Haji mabrur dengan tiga hal, pertama, memberikan makan. Kedua, berkata yang baik. Dan ketiga menebarkan perdamaian.
“haji mabrur itu adalah haji yang menjadikan pelakunya semakin dermawan, berakhlak mulia dan mampu menciptakan kedamaian dalam kehidupan manusia," ujar Imam Shamsi.